Senin, 18 Oktober 2010

Gagal Memahami Alam


Bencana demi bencana seharusnya memberikan pelajaran penting bagi kehidupan kita. Adalah sebuah fakta bahwa negeri ini memiliki paling tidak 17.000 pulau besar dan kecil.
Dilihat dari berserakannya pulau-pulau itu di sebuah area seluas ini, tentu kita mendadak paham bahwa itu semua disebabkan oleh gempa-gempa terdahulu.
Guncangan demi guncangan, juga sapuan-sapuan tsunamilah yang mengakibatkan berserakannya pulau-pulau itu. Ini sebuah fakta dan pelajaran penting bahwa kita ternyata hidup di sebuah area yang memang rawan bencana. Jika tidak datang dari gunung, akan datang dari dalam bumi akibat patahan dan desakan, bisa juga datang dari laut. Bahkan bencana pun datang dari langit karena hujan atau kemarau yang terlalu.

Dengan keadaan alam seperti itu kita hidup dalam ribuan bahkan jutaan tahun. Catatan atau pengalaman pastilah memberikan pelajaran demi pelajaran yang tak akan pernah selesai setiap waktu. Pengalaman menghadapi semua itu membuat pikiran manusia berkembang dan cara bertindak pun semakin baik. Artinya, setiap pengalaman selalu memberikan ruang bagi pikiran dan tindakan untuk tetap atau berubah. Ketika alam semesta memberikan pelajaran kehidupan, manusia seharusnya bertindak dan berpikir serta berkembang semakin baik. Seharusnya juga demikian ketika bencana demi bencana itu menghampiri kita. Seharusnya kita menjadi lebih antisipatif, baik dalam bertindak, bijak dalam keputusan, tertata dalam penanganan.


Namun tampaknya berkali-kali kita gagal
Kita semua telah gagal dalam menata kehidupan masyarakat, terutama dalam bersikap terhadap alam semesta.
Kegagalan dalam bersikap karena kita tidak pernah belajar tentang perilaku alam semesta. Siulan burung, hanya ditangkap sebagai kicauan semata.
Gugusan mega hanya dimaknai sebagai keindahan ciptaan Tuhan semata.

Deru angin hanya dimaknai sebagai penyeka basah keringat. Padahal ketika siulan burung berubah menjadi tidak biasa, sebenarnya ia membawa isyarat alam lingkungannya. Ketika burung merasa gerah, perilakunya berubah dan siulan pun berubah. Isyarat berubahnya alam lewat burung itulah tak pernah menjadi pelajaran.

Nenek moyang kita terkenal sangat bijak dan cerdas dalam memahami itu semua.
Mereka benar-benar belajar pada alam semesta sehingga sangat antisipatif terhadap seluruh perubahan sekecil apa pun. Setiap perilaku yang berubah, dan tanda-tandanya dicatat.
Maka jadilah primbon (catatan). Namun masyarakat kita sekarang semakin menjauh dari suasana seperti itu karena lingkungan memang tidak pernah menyentuh wilayah pelajaran seperti itu.
Katanya sudah menjadi modern, maka catatan-catatan itu semakin tidak diperlukan.
Setelah terjadi peristiwa, baru fenomena yang berubah itu ramai diperbincangkan dan digosipkan.
Kita semakin gagal memahami kerja alam semesta.

Kamis, 07 Oktober 2010

HIKAYAT PENSIL



Seorang cucu bertanya pada neneknya yang sedang menulis sebuah surat.
“Nenek lagi nulis tentang pengalaman kita ya? Atau tentang aku?”.
Si nenek berhenti menulis dan berkata pada cucunya,
“Sekarang nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yg lebih penting dari isi tulisan ini
yaitu pensil yang nenek pakai.”

“Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti,”
ujar si nenek lagi.

Mendengar jawab ini, si cucu lalu melihat pensilnya dan bertanya
kembali kepada si nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari
pensil yang nenek pakai.

“Tapi nek, kayaknya pensil itu sama saja dengan pensil yang lainnya,”
kata si cucu.

Si nenek kemudian menjawab, “Itu semua tergantung dari kamu melihat
pensil ini. Pensil ini punya lima kualitas yang bisa memberimu semangat
dalam menjalani hidup, kalau kamu selalu memegang prinsip-prinsip itu di dalam hidup ini.”


Si nenek kemudian menjelaskan lima kualitas sebuah pensil.

Pertama,
pensil ingatkan kamu kalau kamu bisa berbuat hal hebat
dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan
pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah kamu dalam
hidup ini.
Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing
kita menurut kehendak-Nya.

Kedua,
dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus
berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek.

Rautan pasti akan membuat si pensil menderita.
Tapi setelah proses
meraut selesai, si pensil mendapatkan ketajamannya kembali.

Begitu juga
dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani terima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik.

Ketiga,
pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk memakai
penghapus untuk memperbaiki kata-kata yang salah.
Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek.
Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar.

Keempat,
bagian yang paling penting sebuah pensil bukanlah luarnya,
tapi karbon yang ada di dalam pensil.
Oleh sebab itu, selalulah
hati-hati dan sadari hal-hal di dalam dirimu.

Kelima,
sebuah pensil selalu tinggalkan tanda/goresan. Seperti juga
kamu, kamu harus sadar, kalau apapun yang kamu perbuat dalam hidup ini
akan tinggalkan kesan.
Karena itu selalulah berhati-hati dan sadar
terhadap semua tindakanmu

HIKAYAT TUKANG BAKSO

 
Di suatu senja sepulang kerja,
saya masih berkesempatan untuk duduk sebentar di depan rumah, sambil memperhatikan beberapa anak - anak yang
sedang belajar menggambar peta, juga mewarnai.....
Hujan rintik-rintik
selalu menyertai di setiap sore di musim hujan ini.

dikala saya mau menyandarkan kepala….. terdengar suara
tek…tekk.. .tek…suara tukang bakso dorong lewat.
Sambil menyeka
keringat…, ku hentikan tukang bakso itu dan memesan beberapa mangkok
bakso setelah menanyakan anak-anak, siapa yang mau bakso?
“Mauuuuuuuuu..”, secara serempak dan kompak anak-anakku
menjawab.

Selesai makan bakso, lalu saya membayarnya.


Ada satu hal yang menggelitik fikiranku selama ini ketika saya
membayarnya, si tukang bakso memisahkan uang yang diterimanya.
Yang
satu disimpan dilaci, yang satu ke dompet, yang lainnya ke kaleng bekas
kue semacam kaleng biskuit.
Lalu aku bertanya atas rasa penasaranku selama
ini.


“Mang kalo boleh tahu, kenapa uang-uang itu pisahkan? Barangkali ada
tujuan?”

“Iya pak, memang sengaja saya memisahkan uang ini selama jadi tukang
bakso yang sudah berlangsung hampir 17 tahun.
Tujuannya sederhana saja,
hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak saya, mana yang menjadi
hak orang lain / amal ibadah, dan mana yang menjadi hak cita-cita
penyempurnaan iman seorang muslim”.


“Maksudnya…?”, saya melanjutkan bertanya.
“Iya Pak, kan agama dan islam menganjurkan kita agar bisa berbagi
dengan sesama.
Sengaja saya membagi 3 tempat, dengan pembagian sebagai
berikut :


1. Uang yang masuk ke dompet,
artinya untuk memenuhi keperluan hidup
sehari-hari untuk keluarga.


2. Uang yang masuk ke laci,
artinya untuk infaq /sedekah, atau untuk
melaksanakan ibadah Qurban. Dan alhamdulillah selama 17 tahun menjadi
tukang bakso saya selalu ikut qurban seekor kambing, meskipun
kambingnya yang ukuran sedang saja.


3. Uang yang masuk ke kaleng biskuit,
artinya karena saya ingin menyempurnakan
agama yang saya pegang yaitu Islam. Islam mewajibkan kepada umatnya yang
mampu untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji ini tentu butuh biaya
yang besar, Maka kami sepakat dengan istri bahwa di setiap penghasilan
harian hasil jualan bakso ini kami harus menyisihkan sebagian
penghasilan sebagai tabungan haji.. Dan insya Allah selama 17 tahun
menabung, sekitar 2 tahun lagi saya dan istri akan melaksanakan ibadah
haji.


Hatiku sangat… sangat tersentuh mendengar jawaban itu. Sungguh
sebuah jawaban sederhana yang sangat mulia.
Bahkan mungkin kita yang
memiliki nasib sedikit lebih baik dari si tukang bakso tersebut, belum
tentu memiliki fikiran dan rencana indah dalam hidup seperti itu.

Dan
seringkali berlindung di balik tidak mampu atau belum ada rejeki.
Terus saya melanjutkan sedikit pertanyaan, sebagai berikut :
“Iya
tapi kan ibadah haji itu hanya diwajibkan bagi yang mampu…? termasuk
memiliki kemampuan dalam biaya…?

Ia menjawab, “Itulah sebabnya Pak, justru kami malu kepada Tuhan
kalau bicara soal Rezeki karena kami sudah diberi Rizky.
Semua orang
pasti mampu kok kalau memang niat..?


Menurut saya definisi “mampu” adalah sebuah definisi dimana kita
diberi kebebasan untuk mendefinisikannya sendiri.
Kalau kita
mendefinisikan diri sendiri sebagai orang tidak mampu, maka mungkin
selamanya kita akan menjadi manusia tidak mampu.

Sebaliknya kalau kita
mendefinisikan diri sendiri, “mampu”, maka Insya Allah dengan segala
kekuasaan dan kewenangannya Allah akan memberi kemampuan pada kita kok.

“Masya Allah… sebuah jawaban dari seorang tukang bakso”.


Sahabat…..
Cerita perjalanan spiritual
ini sangat sederhana dan jadi inspirasi.
Semoga memberi hikmah terbaik
bagi kehidupan kita. Amien……..


Dalam hadits Qudsi,

“Sesungguhnya Allah berfirman: Aku akan mengikuti prasangka
hamba-Ku dan Aku akan senantiasa menyertainya apabila berdoa kepada-Ku”
(HR. Bukhari Muslim)

Belajar dari Tukang Becak

Kulirik jam di pergelangan tanganku, jam masuk kantor tinggal 15 menit lagi, tapi bus angkutan kota yang kutumpangi hanya bisa bergerak perlahan. Macet !! Ya... begitulah pemandangan yang sering terlihat dan terjadi setiap kali aku berangkat ke kantor melewati perlintasan kereta api yang berdekatan dengan pasar tradisional itu. Jalanan yang lebih banyak dipadati para pengendara motor, terlihat sangat semrawut. Dari dalam bus, aku asyik melihat tingkah polah para pengguna jalan raya yang saling berebut untuk bisa berjalan lebih dulu, begitu pintu lintasan kereta api kembali dibuka, baik dari jalan yang searah maupun yang berlawanan arah. Pengendara motor, pengemudi mobil, sopir angkutan kota, sopir bus, truk dan lain sebagainya tidak ada yang mau mengalah, seakan-akan mereka berlomba-lomba untuk bisa melewati perlintasan itu dan sampai tujuan lebih dulu.

Di antara para pengguna jalan itu, kulihat seorang bapak tua, yang dengan susah payah berusaha mendorong becaknya yang sarat dengan barang belanjaan dan dagangan, terjepit diantara para pengendara motor dan terlihat dikalahkan oleh para pengguna jalan yang lain. Seakan-akan mereka tidak memberikan kesempatan pada becak tersebut untuk bisa jalan terlebih dahulu. Dengan tenaga tuanya, bapak tua penarik becak itu terus berusaha untuk bisa keluar dari kemacetan. Peluh dan keringat sudah mulai terlihat membasahi dahinya dan napas tuanya juga sudah mulai terlihat tidak teratur. Aah...Aku jadi jatuh kasian melihat bapak tua penarik becak itu. Di usianya yang sudah sangat renta, seharusnya sudah saatnya bapak itu berhenti mengayuh becak, menikmati masa tuanya dengan tidak bekerja, beristirahat di rumah, dan menghabiskan waktu untuk bermain bersama cucu-cucunya. Tapi mungkin memang begitulah hidup yang harus dijalani. Bapak itu masih harus bersusah payah bekerja keras membanting tulang, mencari nafkah dengan menarik becak, di bawah teriknya matahari, dengan becak yg begitu sarat muatan seperti sekarang. Padahal mungkin uang yang didapat tidak sebanding dengan tenaga yang sudah ia keluarkan untuk mengayuh becak. Bapak tua itu masih punya semangat untuk bekerja meskipun tenaganya sudah tua. Bisa kulihat dari raut mukanya yang menunjukkan kesabaran dan tidak mengeluh walaupun terjepit dan berusaha dikalahkan oleh para pengguna jalan yang lain.

Aku jadi membandingkan diriku dengan bapak tua, penarik becak itu. Aku tidak harus bekerja sampai “kepanasan” dan “kehujanan”, tetapi bisa bekerja di dalam ruangan yang ber-AC dan terhindar dari terik matahari serta hujan. Aku juga tidak harus sampai menguras tenaga, seperti bapak tua tsb untuk bisa mendapatkan upah kerja, tetapi cukup duduk di belakang meja dan bekerja dengan nyaman. Sejenak aku tersadar...tetapi mengapa kadang-kadang aku masih suka mengeluh dalam bekerja, entah itu mengeluh masalah pekerjaan yg banyaklah, teman kerja yang tidak kooperatiflah, ruangan kerja yang panaslah, gaji yang masih merasa kuranglah, apalagi kalau uang gaji sudah mulai menipis..kadang-kadang ada perasaan malas bekerjalah (hehehe...) dan lain sebagainya. Padahal jika dibandingkan dengan bapak tua penarik becak tersebut, aku jauh lebih beruntung dan sudah seharusnya aku lebih bersyukur. Bapak tua itu sudah menyadarkanku.


Tanpa terasa, ternyata bus yang kutumpangi..perlahan tapi pasti.. sudah bergerak melewati perlintasan kereta api. Dan kulihat bapak tua penarik becak itu, akhirnya juga sudah mulai berhasil “meloloskan diri” dari “jepitan” para pengendara motor...dengan sekuat tenaga mendorong becaknya melewati perlintasan kereta api...dan mulai mengayuh becaknya perlahan-lahan karena saratnyanya muatan. Kulihat paras bapak itu menunjukkan kelegaan. Aah...aku jadi ikut lega melihat bapak tua itu bisa terbebas dari kemacetan.

Oooppss..tiba-tiba aku tersadar..kulirik lagi jam di pergelangan tanganku...jam masuk kantor tinggal beberapa menit lagi. Sudah pasti terlambat nih..pikirku. Tapi entah kenapa, tidak seperti biasanya.. perasaan gelisah dan was-was karena takut terlambat yang biasanya muncul saat aku berangkat agak kesiangan dan terjebak macet, tidak aku rasakan pagi itu. Aku merasa tidak peduli, seolah tidak terpikirkan apakah nantinya aku akan terlambat atau tidak. Mungkin karena dari tadi benakku dipenuhi oleh bapak tua penarik becak dan semangat kerja kerasnya itu..sehingga membuatku lupa kalau aku sedang dalam perjalanan berangkat ke kantor dan jam masuk kantor tinggal beberapa menit lagi. Kalau nantinya aku harus mendapat SP karena keterlambatanku masuk kantor....ya sudah diterima saja, mau bagaimana lagi..begitu pikirku. Tapi setidaknya pagi itu aku mendapatkan pelajaran hidup yang sangat berharga dari seorang bapak tua penarik becak, tentang semangat hidup dan kerja keras ...tanpa mengeluh.

Akhirnya bus yang kutumpangi sudah berhenti di depan kantorku. Begitu turun dari bus, aku langsung berlari secepat kilat untuk bisa “mengejar” mesin absensi supaya jangan sampai mati terlebih dahulu sebelum aku tiba didepannya untuk absen. Untunglah aku masih diperbolehkan masuk, karena ternyata bukan aku saja yang terlambat, banyak teman-teman sekantorku yang juga terlambat karena terjebak macet di perlintasan kereta api tadi. Hmm...dapet dispensasi rupanya...!! Oh...Thanks God...!! Terimakasih juga Tuhan, untuk pelajaran hidup yang aku dapatkan pagi itu dari seorang tukang becak.

Mistery Cinta


Ingin kusucikan bibirku dengan air zam-zam yang, memungkinkanku untuk tak bicara soal cinta. namun tatkala mulutku diam, kudapati diriku bisu.

telah kunyanyikan melodi cinta yang tak ku tahu sebelumnya. namun begitu kuketahui, syair-syairnya menjadikan bisikan yang sia-sia dalam mulutku, dan nada-nada dalam dadaku menjadi senyap.

kemarin, dia bertanya padaku tentang keajaiban dan kebahagiaan cinta, dan dia puas dengan apa yang aku katakan. namun sekarang ketika cinta telah menghiasiku dengan jubah-jubahnya tibalah giliranku untuk bertanya mengenai cara dan nilai-nilainya.

adakah diantara kalian wahai para pembaca, bisa menjawab mengenai apa yang terjadi padaku. adakah diantara kalian yang dapat menjelaskan hatiku pada hatiku sendiri, dan kesendirianku pada kesendirian itu sendiri?

apakah tak ingin kau ceritakan, API apakah ini yang menyala di dadaku? sungguh pertanyaan itu melelahkan pancainderaku dan melarutkan emosi serta gairahku.

apakah sebenarnya tangan-tangan gaib ini, halus ataupun kasar, yang menggenggam jiwaku di saat-saat kesepian dan kesendirian? ke dalam hatiku, mereka tuang anggur yang dicampur dengan pahitnya kesenangan dan manisnya rasa sakit.

apakah kibasan sayap-sayap dalam dudukku dikesepian malam seperti ini, aku melihat diriku terbangun dalam ketaksadaran, melihat apa yang tak kulihat, merenungi apa yang tak kupahami, tersadar untuk apa yang tak kuketahui, menghela nafas karena dalam helaan terdapat raungan yang lebih kucintai dari pada mengikuti tawa dan kesenian, menyerah pada kekuatan yang tak terlihat, yang membunuhku lalu memberikan kehidupan, membunuhku lagi, dan lagi.
Sampai fajar menjelang dan cahaya mengisi sudut kamarku. kemudian aku tertidur sebelum bulu-bulu mataku tanggal dari tarian kesadaran, dalam selimutku yang membantu mengoncang mimpi-mimpi buruk.

apakah ini yang dinamakan cinta? beritahu aku apa ini misteri yang tersembunyi di balik umur dan dibalik yang nampak?

apakah ini kesadaran penuh yang mengantarkan kematian atau pun kehidupan yang membentuk mimpi-mimpi yang lebih aneh dari kematian.

beritahu aku wahai kawan, beri tahu aku! siapa diantara kalian yang tidak akan bangun dari tidur kehidupan jika cinta telah membasuh jiwamu dengan jari-jarinya.

siapa diantara kalian yang tidak akan mengabaikan ayah, ibu dan rumah jika gadis yang kalian cintai telah memanggilmu?

siapa diantara kalian yang tak akan mengarungi lautan, melintasi gurun-gurun, mendaki gunung-gunung dan lembah-lembah untuk menggapai gadis yang jiwanya telah kau pilih?

apakah remaja tidak akan mengikuti hatinya sampai akhir dunia untuk menghirup manis nafas kekasihnya, menikmati melodi suaranya?

apakah laki-laki tidak akan mengorbankan jiwanya dengan asap membumbung menuju Tuhan yang akan mendengar permohonan dan doanya?

kemarin aku berdiri dan melamun, bertanya tentang misteri dan nilai cinta pada orang yang lewat, seorang lelaki setengah baya lewat, dengan badan rapuh dan muka yang gelap. sambil menghela napas dia berkata, “Cinta telah diciptakan untuk melemahkan kekuatan yang aku warisi dari Adam”.

seorang pemuda, tubuhnya kokoh dan kuat lewat. dalam suara nyanyian dia berkata, “Cinta adalah keteguhan hati yang ditambatkan pada kemanusiaanku, yang menghubungkan masa kini dengan masa lalu, dan masa depan”.

seorang ibu, matanya sayu, lewat, menghela nafas lalu berkata, “cinta adalah racun yang mematikan, nafas ular hitam berbisa yang menggeliat di neraka, terbang dan berputar di anggasa sampai ia jatuh menutupi embun, hanya untuk dihisap oleh hausnya jiwa. kemudian mereka mabuk untuk sesaat, diam selama setahun, dan mati untuk keabadian”.

seorang gadis teman kuliahku, sambil tersenyum ia berkata, “Cinta adalah air mancur yang mengiringi jiwa sang pengantin perempuan dan menuangi jiwa-jiwa kekuatan, membuat mereka mendaki dalam doa diantara bintang-bintang malam, dan menyanyikan lagu suka cita di hadapan matahari saat ini.

seorang satpam dengan baju dinasnya dan berjenggot panjang, dengan bermuka masam dia berkata, “Cinta adalah ketakpedulian kita yang berawal pada masa muda dan berakhir bersama penghabisannya.”

kemudian, seorang lelaki buta lewat, mengetuk tanah dengan tongkatnya, menangis dan berkata, “Cinta adalah halimun tipis yang melingkupi jiwa dalam setiap sisinya, dan menyelubungi kerangka keberadaannya atau membiarkan jiwa hanya melihat hantu dalam gairahnya, tak mendengar suara tangisnya sendiri yang menggema dalam lembah.”

seorang anak kecil berumur lima tahun lewat dan tertawa kepadaku, “cinta adalah ayahku, Cinta adalah ibuku. hanya ayah dan ibuku yang tahu tentang Cinta. lantas apa menurut Anda Cinta itu?

hari berganti. orang-orang melewatiku, setiap orang menggambarkan dirinya pada saat berbicara cinta, membuka harapannya, dan menceritakan misteri kehidupan.

ketika malam tiba dan orang-orang tetap berjalan, aku mendengar suara dari dalam kamarku. “Cinta mempunyai dua sisi; satu kesabaran dan yang lainnya nafsu. cinta adalah sesuatu yang menyala bagiku..

Balada Sandal Jepit


Pada hari Kamis, sandal jepitku putus. Alhamdulillah, dengan uang 5000 rupiah aku bisa membeli sandal jepit yang baru. "Jadi, besok aku tidak harus kepanasan untuk pergi jum'atan."

Menjelang shalat Jum'at, aku letakkan sandal di tempat yang agak tersembunyi dengan pertimbangan, dengan begitu banyaknya sandal berserakan di kaki tangga masjid, bisa saja ada yang tertukar. "Sandal ini masih baru, sekalipun ku beli murah saja,"

Ba'da jum'at.
Seorang bapak gelisah, hilir mudik kitari sekeliling mesjid. Terlihat ia bingung, resah. Ku coba dekati,"ada apa pak." Sorot matanya nampak agak menyepelekan aku, sedikit rasa tersinggung terbersit dalam hatiku, ia sama sekali tidak menggubris pertanyaanku. Seorang jama'ah lainnya yang juga seperti sedang sibuk ikut mencari sesuatu menjawab,"Bapak ini kehilangan sandalnya. Entah siapa yang mengambil. Tega sekali, entah untuk apa juga orang shalat tapi masih tanpa beban, nyolong sandal orang lagi.""Baiklah, saya punya sandal ini. Cuma sandal jepit pak, mungkin bapak pulang lebih jauh ketimbang saya, bapak saja yang memakainya. Saya bisa pulang begini saja tanpa sandal, silahkan Bapak saja yang pakai" Tawarku pada bapak yang kehilangan sandalnya.

Bapak itupun menerima pemberianku, tanpa berbicara dengan saya, justru memilih bercakap-cakap dengan orang lain sambil terus berlalu. Ada rasa yang tidak bisa ku gambarkan di dalam batin. Bukan karena bapak itu tidak mengucapkan terima kasih. Karena pemberian itu semata karena berharap ridho-Mu, ya Allah. Kau melihat, pasti. Bagaimana, ketika telapak kakiku memijak jalanan aspal yang panas di bawah terik matahari, nyeri, menyengat. Aku hampir tidak sanggup menahan panas itu. Karena aku meniatkan itu untuk mengetuk cinta-Mu, Rabb. Aku tidak pedulikan panas itu, aku tidak lagi kesal manusia tersebut yang tidak ucapkan terima kasih pada pemberian kecilku tadi. Aku yakin aku benar-benar ikhlas. Bukankah, sebuah keikhlasan itu tercermin dari ketidak sudian mengingat atas apa yang di berikan kepada orang lain?

Terus, kenapa aku menuliskan catatan itu di sini, padahal sudah berselang sekian tahun, itu semua tidak lagi ku ingat? Rabb, ada setitik gelisah di sini. Di balik kulit dadaku. Kau pasti juga tahu. Aku tidak mengerti, apakah yang sebenarnya terasakan olehku? Hanya saja, sepertinya aku sedikit renggang dengan-Mu. Lafal nama-Mu di lidahku sudah layaknya air yang tercegat di pintu bendungan. Masih tetap mengalir. Tapi, aku merasa tidak lagi sederas tempo hari. Ku ingat hal itu hanya untuk temaniku menanyakan pada-Mu, masih bisakah aku jujur mencintai-Mu? Telah sucikah hatiku dari kemunafikan?

Belum kan? Aku masih terus mencurigai raga ini, yang setiap hari ku kendarai telusuri jalanan bumi-Mu. Sepertinya, keputihan cinta ini untuk-Mu telah tercoreng gurat-gurat yang kian hari kian kentara.

Rabb Bersama dosa yang masih melumuriku, ku tadahkan sebuah pinta pada-Mu. Penuhi hatiku hanya cinta untuk-Mu, jangan lagi hati ini di dera keresahan. Jangan lagi tersisip panas di sini seperti saat kakiku menjejak jalanan aspal panas itu. Biar saja aku tidak mendapatkan terima kasih. Hanya saja, ketika hati ku telah mulai mengering, basahi lagi hatiku dengan cinta, agar terusir segala kemunafikan, jangan lagi ia bergelayut di urat-uratku. Inilah sepotong doa malam ini.

Laa ilaaha illa anta, subhanaka inni kuntu minadh dhaalimiin

Merantaulah


Orang pandai dan beradab tak kan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Pergilah, kan kau dapatkan pengganti dari kerabat dan teman
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang
Aku melihat air yang diam menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih jika tidak dia kan keruh menggenang

Singa tak kan pernah memangsa jika tak tinggalkan sarang
Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak kan kena sasaran
Jika saja matahari di orbitnya tak bergerak dan terus diam
Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang
Rembulan jika terus-menerus purnama sepanjang zaman
Orang-orang tak kan menunggu saat munculnya datang

Biji emas bagai tanah biasa sebelum digali dari tambang
Setelah diolah dan ditambang manusia ramai memperebutkan
Kayu gaharu tak ubahnya kayu biasa di dalam hutan
Jika dibawa ke kota berubah mahal jadi incaran hartawan

(Al-imam asy-Syafi'i)

Selasa, 05 Oktober 2010

Mitologi Sang Ratu Kidul


MYSTERY NYAI LORO KIDUL
NYAI RORO KIDUL : Also known as Kanjeng Ratu Kidul or Queen Of The Southern Sea who reigns the South coast of the Java island, appears as a very aristocratic and gentle lady whose beauty makes all men fall in love even the Kings of Java. The legend began in the West Java Kingdom of Pajajaran under the rule of Prabu Siliwangi, a wise legendary King who ruled West Java between the late 15th century to the beginning of 16th century. Prabu Siliwangi had a beautiful wife, Queen Mayang Sari, and a daughter by the name of Princess Kadita whose beauty made the King's concubines jealous. One day they cast an evil spell on Queen Mayang Sari and Princess Kadita upon which forced them to leave the palace because of their horrifying look. They wandered in the unforgiving forest until one day the Queen could no longer struggle and died leaving Princess Kadita by herself, confused and upset. She continued her lonely strive deep down to the South and her endless journey ended at one point known as the South Sea. She then sighed hopelessly and when she finally fell asleep she had a vision in her dream that in order to break herself from the evil spell she would have to throw herself into the ocean. And so she did but when she realized that she was cured it was already too late for her to return to the world. She became a possesion of the South Sea and, is known as Nyai Roro Kidul, LĂĄrĂĄ Woedoe, and some other mythical names. In time she built her own empire. Legend indicates that the power is until this day in existence throughout the Southern Coast of Java where the Javanese Kings are oblidged to mystically wed her in order to reach the power of the kingdom. It is believed that only the Kings can see her, but many claim that they have seen her along the coast. In Javanese Palaces there are some traditional palacial dances whose dancers consist of odd numbers like 9 or 11. This is meant to preserve the other one dancer who is no one else Nyai Roro Kidul herself. So for those who can see, they will see 10 or 12 dancers instead of 9 or 11.
In Pelabuhan Ratu, West Java, there is a Hotel called Samudra Beach Hotel, there is a room 308 preserved especially for Nyai Roro Kidul's resting place where no one can occupy the room except for meditation purpose for the encounter. Every year in the Javanese calendar of month Sura, a lot of people crowd the South beaches in order to perform a traditional offering in respect to the Queen. Javanese folklorists and spiritual experts distinct Kanjeng Ratu Kidul and Nyai Roro Kidoel/Nyi Loro Kidul as two different figures. Kanjeng Ratu Kidul described as the queen herself. She wears a high crown and never shows herself to general public but only to the royal kings of Java and Bali. But the other one, Nyai Roro Kidoel, is as a matter of fact plays her role as the chief of arm forces or in Indonesian is called Patih. Not like Kaneng Ratu Kidoel, she wears only a tiara, sometimes with her knot tied, sometimes with loose hair. Nyai Roro Kidoel, the "Virgin Maid", is the one who is believed to be responsible for the loss of many swimmers along the beach and most of them are males. It is believed that they are kidnapped to be the slaves in the Kanjeng Ratu Kidul's sea kingdom. Many people claim to have encountered with Nyai Roro Kidoel along the South coat of Java. It is told that the Nyi Loro Kidul is a later form of the sick and wicked Patih, extremely dangerous and always hungry for handsome young males ... Their voices resound within the strong waves and her color is yellow-green. That why it is told never wear the color of green within your clothes ... never !!!



Tarian Bedhaya Ketawang SAKRAL DAN LAMBANG BIRAHI?
Tahukah Anda, bahwa tarian Bedhaya Ketawang sengaja diciptakan untuk saat-saat sakral? Bahkan, ada yang menyebut sebagai ciptaan Kanjeng Ratu Kidul.

Menurut tradisi, konon tari Bedhaya Ketawang, tarian sakral keraton yang hanya dipergelarkan pada saat tertentu saja, diciptakan langsung oleh Kanjeng Ratu Kidul. Tarian ini melambangkan curahan cinta asmara Kanjeng Ratu Kidul kepada raja-raja Jawa. Ini semua terlukis dalam gerak gerik tangan, langkah kaki, dan seluruh bagian tubuh para penari. Namun, semuanya ini tergambar begitu halusnya, hingga kadang sulit bagi kita yang awam untuk memahaminya.

Bedhaya Ketawang menggambarkan lambang cinta birahi Kanjeng Ratu Kidul pada Sinuhun Panembahan Senopati.

Segala gerakannya melukiskan bujuk rayu dan cumbu birahi, tetapi selalu dielakkan oleh sang Panembahan. Maka Kanjeng Ratu Kidul lalu memohon agar Sinuhun tidak pulang dan menetap di samudera dasar lautan. Sinuhun tidak mau menuruti kehendak Sang Ratu, karena masih ingin mencapai "sangkan paran", namun beliau masih mau memperistri Kanjeng Ratu Kidul, turun temurun. Sehingga siapa saja raja yang bertahta atas Jawa otomatis akan beristri Kanjeng Ratu Kidul. Sebaliknya bahkan Kanjeng Ratu Kidul yang diminta datang ke daratan untuk mengajarkan tarian Bedhaya Ketawang pada penari-penari kesayangan Sinuhun.

Bedhaya Ketawang adalah tarian ritual agung yang diciptakan oleh ratunya seluruh makhluk halus pulau Jawa. Konon, pada setiap kali Bedhaya Ketawang ditarikan, sang pencipta selalu hadir, ikut menari. Tidak setiap orang dapat melihatnya, hanya bagi mereka yang peka saja Sang Ratu menampakkan diri.

Tak heran jika kemudian muncul aturan ketat bagi seluruh orang yang terlibat dalam pergelaran ini baik pada masa-masa latihan maupun pada waktu pergelaran. Salah satunya, pada setiap latihan yang diadakan pada hari-hari Anggara Kasih (Selasa Kliwon) setiap penari dan semua pemain gamelan beserta suarawatinya harus selalu dalam keadaan suci (tidak sedang haid).

Aturan ini diberlakukan ketat lantaran mereka akan bersentuhan langsung dengan sang pencipta tarian. Bahkan, menurut orang yang percaya, Kanjeng Ratu Kidul sendiri yang datang akan turun membetulkan apabila ada gerakan tari yang salah.


Di dalam karaton banyak ditemukan berbagai macam lambang dalam segi kehidupan, dimulai dari bentuk dan cara mengatur bangunan, mengatur penanaman pohon yang dianggap keramat, mengatur tempat duduk, menyimpan dan memelihara pusaka, macam pakaian yang dikenakan dan cara mengenakannya, bahasa yang harus dipakai, tingkah laku, pemilihan warna dan seterusnya. Karaton juga menyimpan dan melestarikan nilai-nilai lama, Mitos yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat dan komunitas karaton adalah mitos Kangjeng Ratu Kidul.


Kedudukan mitos itu sangat menonjol, karena tanpa mengenal mitos Kangjeng Ratu Kidul, orang tidak akan dapat mengerti makna dari tarian sakral Bedhaya Ketawang, yang sejak Paku Buwana X naik tahta, setiap setahun sekali tarian itu dipergelarkan pada acara ulang tahun penobatan Raja. Tanpa mengenal mitos itu makna Panggung Sangga Buwana akan sulit dipahami, demikian pula mengenai mitos yang dulu dikenal rakyat sebagai lampor.

'Gung pra peri perayangan ejim
sumiwi Sang Sinom
Prabu Rara yekti gedhe dhewe.
(kutipan dari "Babad Nitik")
terjemahkan:
segenap makhluk halus jin
bersembah pada Sang Ratu
yang besar tak bertara

Terdapat berbagai macam versi mitos Kangjeng Ratu Kidul antara lain berdasarkan cerita pujangga Yosodipuro. Di kerajaan Kediri, terdapat seorang putra raja Jenggala yang bernama Raden Panji Sekar Taji yang pergi meninggalkan kerajaannya untuk mencari daerah kekuasaan baru. Pada masa pencariannya sampailah ia di hutan Sigaluh yang didalamnya terdapat pohon beringin berdaun putih dan bersulur panjang yang bernama waringin putih. Pohon itu ternyata merupakan pusat kerajaan para lelembut (mahluk halus) dengan Sang Prabu Banjaran Seta sebagai rajanya.

Berdasarkan keyakinannya akan daerah itu, Raden Panji Sekar Taji melakukan pembabatan hutan sehingga pohon waringin putih tersebut ikut terbabat. Dengan terbabatnya pohon itu si Raja lelembut yaitu Prabu Banjaran Seta merasa senang dan dapat menyempurnakan hidupnya dengan langsung musnah ke alam sebenarnya. Kemusnahannya berwujud suatu cahaya yang kemudian langsung masuk ke tubuh Raden Panji Sekar Taji sehingga menjadikan dirinya bertambah sakti.

Alkisah, Retnaning Dyah Angin-Angin adalah saudara perempuan Prabu Banjaran Seta yang kemudian menikah dengan Raden Panji Sekar Taji yang selanjutnya dinobatkan sebagai Raja. Dari hasil perkawinannya, pada hari Selasa Kliwon lahirlah putri yang bernama Ratu Hayu. Pada saat kelahirannya putri ini menurut cerita, dihadiri oleh para bidadari dan semua mahluk halus. Putri tersebut diberi nama oleh eyangnya (Eyang Sindhula), Ratu Pegedong dengan harapan nantinya akan menjadi wanita tercantik dijagat raya. Setelah dewasa ia benar-benar menjadi wanita yang cantik tanpa cacat atau sempurna dan wajahnya mirip dengan wajah ibunya bagaikan pinang dibelah dua. Pada suatu hari Ratu Hayu atau Ratu Pagedongan dengan menangis memohon kepada eyangnya agar kecantikan yang dimilikinya tetap abadi. Dengan kesaktian eyang Sindhula, akhirnya permohonan Ratu Pagedongan wanita yang cantik, tidak pernah tua atau keriput dan tidak pernah mati sampai hari kiamat dikabulkan, dengan syarat ia akan berubah sifatnya menjadi mahluk halus yang sakti mandra guna (tidak ada yang dapat mengalahkannya).

Setelah berubah wujudnya menjadi mahluk halus, oleh sang ayah Putri Pagedongan diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk memerintah seluruh wilayah Laut Selatan serta menguasai seluruh mahluk halus di seluruh pulau Jawa. Selama hidupnya Ratu Pagedongan tidak mempunyai pedamping tetapi ia diramalkan bahwa suatu saat ia akan bertemu dengan raja agung (hebat) yang memerintah di tanah Jawa. Sejak saat itu ia menjadi Ratu dari rakyat yang mahluk halus dan mempunyai berkuasa penuh di Laut Selatan.

Kekuasaan Ratu Kidul di Laut Selatan juga tertulis dalam serat Wedatama yang berbunyi:

Wikan wengkoning samodra,

Kederan wus den ideri,

Kinemat kamot hing driya,

Rinegan segegem dadi,

Dumadya angratoni,

Nenggih Kangjeng Ratu Kidul,

Ndedel nggayuh nggegana,

Umara marak maripih,

Sor prabawa lan wong agung Ngeksiganda.

terjemahkan:
Tahu akan batas samudra
Semua telah dijelajahi
Dipesona nya masuk hati
Digenggam satu menjadi
Jadilah ia merajai
Syahdan Sang Ratu Kidul
Terbang tinggi mengangkasa
Lalu datang bersembah
Kalah perbawa terhadap
Junjungan Mataram

[setubuh alamai-senyawa Illahi]

Yang artinya : Mengetahui/mengerti betapa kekuasaan samodra, seluruhnya sudah dilalui/dihayati, dirasakan dan meresap dalam sanubari, ibarat digenggam menjadi satu genggaman, sehingga terkuasai. Tersebutlah Kangjeng Ratu Kidul, naik ke angkasa, datang menghadap dengan hormat, kalah wibawa dengan raja Mataram.


Ada versi lain dari masyarakat Sunda (Jawa Barat) yang menceritakan bahwa pada jaman kerajaan Pajajaran, terdapat seorang putri raja yang buruk rupa dan mengidap penyakit kulit bersisik sehingga bentuk dan seluruh tubuhnya jelak tidak terawat.Oleh karena itu, Ia diusir dari kerajaan oleh saudara-saudaranya karena merasa malu mempunyai saudara yang berpenyakitan seperti dia. Dengan perasaan sedih dan kecewa, sang putri kemudian bunuh diri dengan mencebur ke laut selatan.


Pada suatu hari rombongan kerajaan Pajajaran mengadakan slametan di Pelabuhan Ratu. Pada saat mereka tengah kusuk berdoa muncullah si putri yang cantik dan mereka tidak mengerti mengapa ia berada disitu, kemudian si putri menjelaskan bahwa ia adalah putri kerajaan Pajajaran yang diusir oleh kerajaan dan bunuh diri di laut selatan, tetapi sekarang telah menjadi Ratu mahluk halus dan menguasai seluruh Laut Selatan. Selanjutnya oleh masyarakat, ia dikenal sebagai Ratu Kidul.

Dari cerita-cerita mitos tentang Kangjeng Ratu Kidul, jelaslah bahwa Kangjeng Ratu Kidul adalh penguasa lautan yang bertahta di Laut Selatan dengan kerajaan yang bernama Karaton Bale Sokodhomas.

Mitos Pertemuan Kangjeng Ratu Kidul Dengan Penembahan Senopati
Sebelum Panambahan Senopati dinobatkan menjadi raja, beliau melakukan tapabrata di Dlepih dan tapa ngeli. Dalam laku tapabratanya, beliau selalu memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar dapat membimbing dan mengayomi rakyatnya sehingga terwujud masyarakat yang adil dan makmur.

Dalam cerita, pada waktu Panembahan Senopati melakukan tapa ngeli, sampai di tempuran atau tempat bertemunya aliran sungai Opak dan sungai Gajah Wong di dekat desa Plered dan sudah dekat dengan Parang Kusumo, Laut Selatan tiba-tiba terjadilah badai dilaut yang dasyat sehingga pohon-pohon dipesisir pantai tercabut beserta akarnya, ikan-ikan terlempar di darat dan menjadikan air laut menjadi panas seolah-olah mendidih. Bencana alam ini menarik perhatian Kangjeng Ratu Kidul yang kemudian muncul dipermukaan laut mencari penyebab terjadinya bencana alam tersebut.

Dalam pencariannya, Kangjeng Ratu Kidul menemukan seorang satria sedang bertapa di tempuran sungai Opak dan sungai Gajah Wong, yang tidak lain adalah Sang Panembahan Senopati. Pada waktu Kangjeng Ratu Kidul melihat ketampanan Senopati, kemudian jatuh cinta. Selanjutnya Kangjeng Ratu Kidul menanyakan apa yang menjadi keinginan Panembahan Senopati sehingga melakukan tapabrata yang sangat berat dan menimbulkan bencana alam di laut selatan, kemudian Panembahan menjelaskan keinginannya

Kangjeng Ratu Kidul memperkenalkan diri sebagai raja di Laut Selatan dengan segala kekuasaan dan kesaktiannya. Kangjeng Ratu Kidul menyanggupi untuk membantu Panembahan Senopati mencapai cita-cita yang diinginkan dengan syarat, bila terkabul keinginannya maka Panembahan Senopati beserta raja-raja keturunannya bersedia menjadi suami Kangjeng Ratu Kidul. Panembahan Senopati menyanggupi persyaratan Kangjeng Ratu Kidul namun dengan ketentuan bahwa perkawinan antara Panembahan Senopati dan keturunannya tidak menghasilkan anak. Setelah terjadi kesepakatan itu maka alam kembali tenang dan ikan-ikan yang setengah mati hidup kembali.

Adanya perkawinan itu konon mengandung makna simbolis bersatunya air (laut) dengan bumi (daratan/tanah). Ratu Kidul dilambangkan dengan air sedangkan raja Mataram dilambangkan dengan bumi. Makna simbolisnya adalah dengan bersatunya air dan bumi maka akan membawa kesuburan bagi kehidupan kerajaan Mataram yang akan datang.

Menurut sejarah bahwa Panembahan Senopati sebagai raja Mataram yang beristrikan Kangjeng Ratu Kidul tersebut merupakan cikal bakal atau leluhur para raja Mataram ,termasuk Karaton Surakarta Hadiningrat. Oleh karena itu maka raja-raja karaton Surakarta sesuai dengan janji Panembahan Senopati yaitu menjadi suami dari Kangjeng Ratu Kidul. Dalam perkembangannya, raja Paku Buwana III selaku suami Kangjeng Ratu Kidul telah mendirikan Panggung Sangga Buawana sebagai tempat pertemuannya. Selanjutnya tradisi raja-raja Surakarta sebagai suami Kangjeng Ratu Kidul berlangsung terus sampai dengan raja Paku Buwana X. Alkisah Paku Buwana X yang merupakan suami Ratu Kidul sedang bermain asmara di Panggung Sangga Buwana. Pada saat mereka berdua menuruni tangga Panggung yang curam tiba-tiba Paku Buwana X terpeleset dan hampir jatuh dari tangga tetapi berhasil diselamatkan oleh Kangjeng Ratu Kidul. Dalam kekagetannya itu Ratu Kidul berseru : “Anakku ngGer…………..” (Oh……….Anakku). Apa yang diucapkan oleh Kangjeng Ratu Kidul itu sebagai Sabda Pandito Ratu artinya sabda Raja harus ditaati. Sejak saat itu hubungan kedudukan mereka berdua berubah bukanlah lagi sebagai suami istri , tetapi hubungannya sebagai ibu dan anak, begitu pula terhadap raja-raja keturunan Paku Buwana X selanjutnya.

PANGGUNG SANGGA BUWANA DAN MITOSNYA
Secara mistik kejawen, Panggung Sangga Buwana dipercaya sebagai tempat pertemuan raja-raja Surakarta dengan Kangjeng Ratu Kidul, oleh karena itu letak Panggugu Sangga Buwana tersebut persis segaris lurus dengan jalan keluar kota Solo yang menuju ke Wonogiri. Konon, menurut kepercayaan, hal itu memang disengaja sebab datangnya Ratu Kidul dari arah Selatan.


Pada puncak bangunan Panggung Sangga Buwana yang berbentuk seperti topi bulat terdapat sebuah hiasan seekor naga yang dikendarai oleh manusia sambil memanah. Menurut Babad Surakarta, hal itu bukan sekedar hiasan semata tetapi juga dimaksudkan sebagai sengkalan milir. Bila diterjemahkan dalam kata-kata sengkalan milir itu berbunyi Naga Muluk Tinitihan Janma, yang berarti tahun 1708 Jawa atau 1782 Masehi yang merupakan tahun berdirinya Panggung Sangga Buwana (Naga=8, Muluk=0, Tinitihan=7, dan Janma=1)


Arti lain dari sengkalan milir tersebut adalah: 8 diartikan dengan bentuknya yang segi delapan, 0 yang diartikan dengan tutup bagian atas bangunan yangberbentuk seperti topi, 7 adalah manusia yang mengendarai naga sambil memanah dan 1 diartikan sebagai tiang atau bentuk bangunannya yang seperti tiang.

Namun demikian, sebenarnya nama Panggung Sangga Buwana itu sendiri juga merupakan sebuah sengkalan milir yang merupakan kependekan dari kata Panggung Luhur Sinangga Buwana. Dari nama tersebut lahir dua sengkalan sekaligus yang bila diterjemahkan akan didapati dua jenis tahun yaitu tahun Jawa dan tahun Hijryah. Untuk sengkalan tahun Hijryah, Panggung berarti gabungan dua kata, PA dan AGUNG. Pa adalah huruf Jawa dan Agung adalah besar berarti huruf Jawa Pa besar yaitu angka delapan. Sedangkan Sangga adalah gabungan kata SANG da GA yang merupakan singkatan dari Sang atau sembilan dan Ga adalah huruf Jawa atau angka Jawa yang nilainya satu. Serta kata Buwana yang artinya dunia, yang bermakna angka satu pula. Dengan demikian menunjukkan angka tahun 1198 Hijryah.

Kemudian untuk sengkalan tahun Jawa kata Panggung Luhur Sinangga Buwana. Panggung juga tediri dari PA dan AGUNG yang berarti huruf Jawa Pa besar sama dengan 8. Luhur mempunyai makna tanpa batas yang berarti angka 0. Sinangga bermakna angka 7 dan Buwana bermakna angka 1. Shingga bila digabungkan mempunyai arti yang sama yaitu tahun 1708 Jawa. Kedua tahun tersebut, baik tahun Jawa dan Hijryah bila dimaksukkan atau dikonversikan ke tahun Masehi sama-sama menunjukkan angka 1782, saat pembangunan panggung tersebut.

Pada Panggung Sangga Buwana masih didapati sebuah sengkalan milir yang pada jaman penjajahan Belanda dirahasiakan adanya. Sebab diketahui sengkalan terakhir ini berupa sebuah ramalan tentang tahun kemerdekaan Indonesia, sehingga jelas akan menimbulkan bahaya apabila diketahui oleh Belanda. Selain itu yang namanya ramalan memang tidak boleh secara gegabah diumumkan, mengingat ketakaburan manusia yang dapat ditaksirkan akan mendahului takdir Tuhan.

Sengkalan rahasia yang dimaksud adalah terletak pada puncak atas panggung yang telah disinggung yaitu Naga Muluk Tinitihan Janma. Bentuk dari hiasan tersebut adalah manusia yang naik ular naga tengah beraksi hendak melepaskan anak panah dari busurnya, sedangkan naganya sendiri digambarkan memakai mahkota. Hal ini merupakan

Sabda terselubung dari Sunan PB III yang kemudian ketika disuruh mengartikan kepada seorang punjangga karaton Surakarta yang bernama Kyai Yosodipuro, juga cocok yaitu ramalan tahun kemerdekaan bangsa Indonesia adalah tahun 1945.

Naga atau ular diartikan melambangkan rakyat jelata dan mahkotanya berarti kekuasaan. Dengan demikian keseluruhan sosok naga tersebut menggambarkan adanya kekuasaan ditangan rakyat jelata. Dan gambarkan manusia yang mengendarainya dengan siap melepaskan anak panah diartikan sebagai sasaran, kapan tepatnya kekuasaan berada ditangan rakyat.

Sebenarnya sosok manusia mengendarai naga tersebut dipasang juga untuk mengetahui arah mata angin dan tiang yang berada dipuncaknya dan digunakan untuk penangkal petir. Hal tersebut oleh Kyai Yosodipuro dibaca sebagai sengkalan juga yaitu keblat Rinaras Tri Buwana. Keblat = 4, Rinaras = 6, Tri = 3 dan Buwana = 1 atau tahun 1364 Hijryah, bila dimasukan atau dikonversikan ke tahun Masehi akan menjadi 1945 yang merupakan tahun kemerdekaan bangsa Indonesia. Sayangnya bangunan Sangga Buwana beserta hiasan asli dipuncaknya itu pernah terbakar dilalap api tahun 1954, tetapi hingga sekarang kepercayaan masyarakat dan legenda akan bangunan tersebut tidak pernah punah sehingga mereka tetap menghormati dan menghargainya dengan cara selalu melakukan upacara sesaji atau yang lazim disebut caos dahar pada setiap hari Selasa Kliwon atau Anggoro Kasih, setiap malam Jumat dan saat menjelang upacara-upacara kebesaran karaton.

Bangunan Panggung Sangga Buwana apabila dilihat sebagai sumbu dari bangunan karaton secara keseluruhan yang menghadap ke arah utara, maka semua Bangunan yang berada di sebelah kiri Panggung Sangga Buwana mempunyai hubungan vertikal dan yang sebelah kanan mempunyai hubungan horisontal. Hubungan vertikal tersebut yaitu hubungan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai kegiatan spiritual misalnya : bangunan Jonggring Selaka, Sanggar Palanggatan, Sanggar Segan, Mesjid Bandengan, Mesjid Pudyasana, Mesjid Suranatan, Mesjid Agung, Gereja Protestan Gladag dan Gereja Katolik Purbayan. Sedangkan hubungan horizontal yaitu kegiatan duniawi manusia misalnya Pasar Gading, Pasar Kliwon, Pasar Gedhe, dan sebelah timur lagi terdapat sarana transportasi Begawan Solo.

Panggung Sangga Buwana juga mempunyai arti sebagai penyangga bumi memiliki ketinggian kira-kira 30 meter sampai puncak teratas. Didalam lingkungan masyarakat Solo terdapat sebuah kepercayaan bahwa bangunan-bangunan yang berdiri di kota Solo tidak boleh melebihi dari Panggung Sangga Buwana karena mereka sangat menghormati rajanya dan mempercayai akan kegiatan yang terjadi di puncak bangunan tersebut sehingga apabila ada bangunan yang melanggarnya maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

BENTUK PANGGUNG SANGGA BUWANA

Bentuk fisik dari Panggung Sangga Buwana adalah segi delapan atau hasta walu dalam istilah Jawa. Bentuk yang segi delapan itu diartikan sebagai hasta brata yang menurut filosifi orang Jawa adalah sifat kepepimpinan, jadi diharapkan setiap pemimpin mempunyai sifat yang demikian. Filsafat Jawa selalu berorientasi pada alam karana dengan alam mereka dapat menikmati hidup dan merasakan komunikasi batin manusia dengan Sang Pencipta. Orang Jawa juga mempercayai bahwa apabila bangunan yang tidak menghiraukan alam lingkungan maka bangunan tersebut akan jauh dari situasi manusiawi.

Ajaran hasta brata atau delapan laku yang merupakan ajaran kepemimpinan bagi setiap manusia. Dari ajaran tersebut diharapkan setiap pemimpin mempunyai sifat-sifat seperti watak kedelapan unsur alam yaitu:

1. Matahari yang diartikan sebagai seorang pemimpin harus dapat menjadi sumber hidup orang lain.

2. Bulan mengartikan penerangan dalam kegelapan.

3. Bintang sebagai petunjuk arah bagi yang tersesat

4. Bumi yang maksudnya seorang pemimpin yang baik harus kuat menerima beban hidup yang diterimanya.

5. Mendhung diharapkan sebagai pemimpin tidak mempunyai sifat yang tidak pilih kasih.

6. Api yang berarti mematangkan yang mentah

7. Samodra/Air dimaksudkan bahwa pemimpin harus dapat memahami segala kebaikan dan keburukan

8. Angin yang apabila berada dimanapun juga harus dapat membawa kesejukkan.

Seorang pemimpin yang dihormati oleh rakyatnya karena rakyat mengharapkan dengan hadirnya pemimpin yang mempunyai sifat demikian maka mereka pasti akan hidup rukun, tentram dan damai sejahtera.

Dari bentuk fisik bangunan Panggung Sangga Buwana juga melambangkan sebagai simbol lingga yang yang berdampingan dengan yoni yaitu Kori Srimanganti. Dalam kepercayaan agama hindu, lingga dan yoni melambangkan Dewa Shiwa atau Dewa Kesuburan. Simbol lingga dan yoni juga terukir atau terekam dalam bentuk ornamen di Kori Srimanganti yang berarti bahwa sebagai perantara kelahiran manusia yang juga mengingatkan hidup dalam alam paberayan senantiasa bersikap keatas dan kebawah serta ke kanan dan ke kiri. Hal ini semua mengandung arti bahwa manusia harus selalu ingat adanya Yang Menitahkan dan sekaligus mengakui bahwa manusia hanya sebagai yang dititahkan. Sedangkan ke kanan dan ke kiri dapat diartikan manusia selalu hidup bermasyarakat.

Panggung Sangga Buwana yang melambangkan lingga diartikan juga sebagai suatu kekuatan yang dominan disamping menimbulkan lingga-yoni yang juga merupakan lapisan inti atau utama dari urut-urutan bangunan Gapura Gladag di Utara hingga Gapura Gading di Selatan. Lingga dan yoni merupakan kesucian terakhir dalam hidup manusia, hal ini kemudian menimbulkan sangkang paraning dumadi yaitu dengan lingga dan yoni terjadilah manusia. Jadi dengan kata lain kesucian dalam hubungannya dengan filsafat bentuk secara simbolik dapat melambangkan hidup.

Panggung yang dilambangkan sebagai lingga dan Srimanganti sebagai yoni, juga merupakan suatu pasemon atau kiasan goda yang terbesar. Maksudnya, lingga adalah penggoda yoni, dan sebaliknya yoni merupakan penggoda lingga. Seterusnya, panggung dan kori itu juga merupakan lambang yang bisa diartikan demikian: seorang lelaki dalam menghadapi sakaratul maut, yaitu ketika ia hampir berangkat menuju ke hadirat Tuhan, ia akan sangat tergoda oleh wanita atau sebaliknya. Begitu pula sebaliknya wanita, ketika dipanggil Tuhan Yang Maha Kuasa ia pun sangat tergoda atau sangat teringat akan pria atau kekasihnya. Begitulah makna yang terkandung atau perlambang yang terkandung di dalam Panggug Sangga Buwana bersama Kori Srimanganti yang selalu berdekatan.

FUNGSI PANGGUNG SANGGA BUWANA
Versi lain mengatakan bahwa Panggung Sangga Buwana ditilik dari segi historisnya, pendirian bangunan tersebut disengaja untuk mengintai kegiatan di Benteng Vastenburg milik Belanda yang berada disebelah timur laut karaton. Memang tampaknya, walaupun karaton Surakarta tuduk pada pemerintahan Belanda, keduanya tetap saling mengintai. Ibarat minyak dan air yang selalu terpisah jelas kendati dalam satu wadah. Belanda mendirikan Benteng Vastenburg untuk mengamati kegiatan karaton, sedangkan PB III yang juga tidak percaya pada Belanda, balas mendirikan Panggung Sangga Buwana untuk mengintai kegiatan beteng.

Namun tak-tik PB III sempat diketahui oleh Belanda. Setidaknya Belanda curiga terhadap panggung yang didirikan itu. Dan ketika di tegur, PB III berdalih bahwa panggung tersebut didirikan untuk upacara dengan Kangjeng Ratu Kidul semata tanpa tendensi politik sedikitpun.

Lantai teratas merupakan inti dari bangunan ini, yang biasa disebut tutup saji. Fungsi atau kegunaan dari ruang ini bila dilihat secara strategis dan filosofis atau spiritual adalah:

1. Secara strategis, dapat digunakan untuk melihat Solo dan sekitarnya. Untuk dapat melihat kota Solo dari lantai atas panggung dan tidak sembarangan orang yang dapat menaiki, ada petugas yang memang bertugas untuk melihat dengan menggunakan teropong atau kadang-kadang raja Surakarta sendiri yang melakukan pengintaian. Pada jaman dulu raja sering naik keatas untuk melihat bagaimana keadaan kota, rakyat dan musuh.

2. Segi filosofi dan spiritualnya, Panggung Sanggga Buwana merupakan salah satu tempat yang mempunyai hubungan antara Kengjeng Ratu Kencono Sari dengan raja Jawa setempat. Hal yang memperkuat keyakinan bahwa raja-raja Jawa mempunyai hubungan dengan Kangjeng Ratu Kidul atau Kangjeng Ratu Kencono Sari yang dipercaya sebagai penguasa laut dalam hal ini di Laut Selatan dan raja sebagai penguasa daratan, jadi komunikasi didalam tingkatan spiritual antara raja sebagai penguasa didaratan dan Kangjeng Ratu Kencono Sari sebagai penguasa lautan dikaitkan dengan letak geografis Nusantara sebagai negara maritim.



Jadi dapat disimpulkan bahwa ruang tutup saji ini digunakan sebagai:

- tempat meditasi bagi raja, karena letaknya yang tinggi dan ruang ini memberikan suasana hening dan tentram

- tempat meraga sukma bagi raja, untuk mengadakan pertemuan dengan Kangjeng Ratu Kidul.

- Tempat untuk mengawasi keadaan atau pemandangan sekeliling karaton.

Pada lantai teratas digunakan untuk bersemedi raja dan pertemuan dengan Kangjeng Ratu Kidul terdapt dua kursi yang diperuntukkan bagi raja (kursi sebelah kiri) dan Ratu Kidul (kursi sebelah kanan) yang menghadap ke arah selatan. Arah orientasi dari bangunan ini adalah ke selatan; pintu masuk dari arah selatan dengan tujuan untuk menghormati Kangjeng Ratu Kidul sebagai penguasa Laut Selatan. Diantara dua buah kursi terdapat sebuah meja yang digunakan untuk meletakkan panggageman Kangjeng Ratu Kidul didalam sebuah kotak. Pangageman tersebut diganti setiap tahun menjelang acara Jumenengan raja.

Menurut cerita, pada saat mengadakan pertemuan dengan raja, Kangjeng Ratu Kidul mengenakan pakaiannya dan seketika itu juga beliau berwujud seperti manusia. Setelah pertemuan selesai, Kangjeng Ratu Kidul kembali ke alamnya dengan sebelumnya mengembalikan ageman yang dikenakannya ke dalam kotak.

Didalam ruang tutup saji yang berdiameter kira-kira 6 meter, pada bagian tepat ditengah ruangan terdapat kolom kayu yang secara simbolis menunjukkan bahwa segala kegiatan yang dilakukan di tutup saji mempunyai hubungan dengan Tuhan. Kayu yang digunakan adalah kayu jati yang berasal dari hutan donoloyo yang dianggap angker bagi orang jawa. http://www.jawapalace.org/

Lungsung Jagat dan Jayekatong
BUKTI CINTA RATU KIDUL KE SANG SENAPATI

Ini cerita lain dari Babad Demak. Berbagai ragam kesaktian melingkupi kehidupan para Raja di Pulau Jawa. Sebutir telor yang dinamai Langsung Jagat dan minyak Jayekatong disebut-sebut punya khasiat luar biasa.

Konon, telur Lungsung Jagat dan minyak Jayekatong dahulu dimiliki oleh Panembahan Senopati yang merupakan pemberian dari Kanjeng Ratu Kidul sebagai bukti tanda cintanya kepada sang Senopati.

Kedua pusaka ini bukanlah pusaka sembarangan, karena memiliki khasiat menjadikan tubuh menjadi sangat kuat dan memiliki umur yang panjang.

Alkisah, setelah menerima pemberian ini, sang Senopati bertemu dengan Sunan Kadilangu, gurunya. Sunan Kadilangu bertanya kepada sang Senopati bahwa ia diberi apa oleh Ratu Kidul.

Sang Senopati menunjukkan benda-benda yang diberikan oleh Ratu Kidul, yaitu telur Lungsung Jagat dan minyak Jayengkatong. Senopati kemudian memberikan benda itu kepada Sunan Kadilangu. Dalam kesempatan itu Sunan Kadilangu ingin singgah ke Mataram. Mereka ingin membuktikan khasiat keduanya.

Sang Senopati mempunyai juru taman yang kesukaannya meminum candu sehingga menderita sakit pernafasan. la sering berdoa kepada Yang Mahakuasa agar dianugerahi kekuatan dan umur panjang. Sang Senopati memberikan telur Lungsung Jagat kepada juru taman. la memberitahukan juru taman bahwa sesudah memakan telur itu penyakitnya akan sembuh dan akan memiliki umur panjang.

Sesudah juru taman memakannya, badannya berputar sangat cepat dan tidak berapa lama terdengar bunyi menggelegar, dan bersamaan dengan itu ada pohon yang tumbang. Tiba-tiba juru taman berubah menjadi raksasa yang bertaring dan berambut tebal.

Benarlah ternyata khasiat telur Lungsung Jagat menjadikan orang yang memakannya menjadi raksasa yang kuat, sehat, dan berumur panjang.

Sunan Kadilangu dan sang Senopati ingin membuktikan khasiat minyak Jayengkatong. Sang Senopati memanggil dua orang abdinya, bernama Nini Panggung dan Ki Kosa.

Begitu ditetesi minyak itu, keduanya menjadi tidak tampak sebab sudah berubah menjadi siluman. Keduanya disuruh oleh Sunan Kadilangu agar mengasuh sang Senopati. Kemudian Nini Panggung dan Ki Kosa disuruh tinggal di pohon beringin tua, sedangkan juru taman disuruh tinggal di Gunung Merapi.

Konon karena kesaktian telur Lungsung Jagat dan minyak Jayengkatong ini, sampai sekarang ketiga abdi sang Senopati ini tetap dalam wujudnya. Sang Juru Taman menjadi makhluk gaib yang menjaga kawasan Gunung Merapi. Sedangkan Nini Panggung dan Ki Kosa, menurut cerita masih dapat ditemui oleh orang-orang tertentu yang melakukan tirakat dan semedi di Kotagede Jogjakarta.

Belajar Dari `Alam


Belajar dari Burung dan Cacing

Bila kita sedang mengalami kesulitan hidup karena himpitan kebutuhan materi, maka cobalah kita ingat pada burung dan cacing.
Kita lihat burung tiap pagi keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Tidak terbayang sebelumnya kemana dan dimana ia harus mencari makanan yang diperlukan. Karena itu kadangkala sore hari ia pulang dengan perut kenyang dan bisa membawa makanan buat keluarganya, tapi kadang makanan itu cuma cukup buat keluarganya, sementara ia harus “puasa”. Bahkan seringkali ia pulang tanpa membawa apa-apa buat keluarganya sehingga ia dan keluarganya harus “berpuasa”. Meskipun burung lebih sering mengalami kekurangan makanan karena tidak punya “kantor” yang tetap, apalagi setelah lahannya banyak yang diserobot manusia, namun yang jelas kita tidak pernah melihat ada burung yang berusaha untuk bunuh diri.
Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menukik membenturkan kepalanya ke batu cadas. Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menenggelamkan diri ke sungai. Kita tidak pernah melihat ada burung yang memilih meminum racun untuk mengakhiri penderitaannya. Kita lihat burung tetap optimis akan rizki yang dijanjikan Allah.
Kita lihat, walaupun kelaparan, tiap pagi ia tetap berkicau dengan merdunya. Tampaknya burung menyadari benar bahwa demikianlah hidup, suatu waktu berada diatas dan dilain waktu terhempas ke bawah. Suatu waktu kelebihan dan di lain waktu kekurangan. Suatu waktu kekenyangan dan dilain waktu kelaparan.
Sekarang marilah kita lihat hewan yang lebih lemah dari burung, yaitu cacing.
Kalau kita perhatikan, binatang ini seolah-olah tidak mempunyai sarana yang layak untuk survive atau bertahan hidup. Ia tidak mempunyai kaki, tangan, tanduk atau bahkan mungkin ia juga tidak mempunyai mata dan telinga. Tetapi ia adalah makhluk hidup juga dan, sama dengan makhluk hidup lainnya, ia mempunyai perut yang apabila tidak diisi maka ia akan mati. Tapi kita lihat, dengan segala keterbatasannya, cacing tidak pernah putus asa dan frustasi untuk mencari rizki. Tidak pernah kita menyaksikan cacing yang membentur-benturkan kepalanya ke batu.
Sekarang kita lihat manusia. Kalau kita bandingkan dengan burung atau cacing, maka sarana yang dimiliki manusia untuk mencari nafkah jauh lebih canggih.
Tetapi kenapa manusia yang dibekali banyak kelebihan ini seringkali kalah dari burung atau cacing?
Mengapa manusia banyak yang putus asa lalu bunuh diri menghadapi kesulitan yang dihadapi?
Padahal rasa-rasanya belum pernah kita lihat cacing yang berusaha bunuh diri karena putus asa.
Rupa-rupanya kita perlu banyak belajar dari burung dan cacing.


Belajar Dari Kupu-kupu

Seseorang menemukan kepompong seekor kupu-kupu. Suatu hari lubang kecil muncul di kepompong itu. Orang itu duduk dan mengamatinya dalam beberapa jam ketika kupu-kupu itu berjuang memaksa dirinya melewati lubang kecil itu. Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat kemajuan.

Kelihatannya kupu-kupu itu telah berusaha semampunya tapi dia tetap tidak bisa lebih jauh lagi. Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya, diambilnya lah sebuah gunting dan dia memotong sisa kekangan dari kepompong itu. Dan kemudian keluarlah kupu-kupu dari kepompong itu dengan mudahnya.

Namun kemudian, kupu-kupu itu mempunyai tubuh gembung dan kecil serta sayap-sayapnya mengkerut. Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap bahwa pada suatu saat, sayap-sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuh kupu-kupu itu yang mungkin akan berkembang.

Namun ternyata semuanya tidak pernah terjadi. Kenyataannya, kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengkerut serta kupu-kupu itu tidak pernah bisa terbang.

Yang tidak dimengerti dari kebaikan orang tersebut adalah bahwa kepompong yang menghambat dan perjuangan yang dibutuhkan kupu-kupu untuk melewati lubang kecil adalah jalan Tuhan untuk memaksa cairan dari kupu-kupu itu masuk ke dalam saya-sayapnya sedemikian rupa, sehingga dia akan siap terbang begitu dia memperoleh kebebasan dari kepompong tersebut.

Terkadang perjuangan adalah yang kita perlukan dalam hidup kita. Jika Tuhan membiarkan kita hidup tanpa hambatan, itu mungkin akan melumpuhkan kita. Kita mungkin tidak sekuat yang semestinya kita mampu. Dan kita mungkin tidak pernah dapat terbang.

Saya memohon Kekuatan…

Dan Tuhan memberi saya kesulitan-kesulitan untuk membuat saya kuat.

Saya memohon Kebijakan…
Dan Tuhan memberi saya Persoalan untuk diselesaikan.

Saya memohon Kemakmuran…

Dan Tuhan memberi saya Otak dan Tenaga untuk bekerja.

Saya memohon Keteguhan Hati…

Dan Tuhan memberi saya Bahaya untuk diatasi.

Saya memohon Cinta…

Dan Tuhan memberi saya orang-orang bermasalah untuk ditolong.

Saya memohon Kemurahan/Kebaikan Hati…

Dan Tuhan memberi saya Kesempatan-kesempatan.

Saya tidak memperoleh yang saya inginkan,

tetapi saya mendapatkan segala yang saya butuhkan.


Belajar Dari Lebah

Lebah adalah serangga mungil yang tidak mampu berpikir. Akan tetapi mereka mampu menyelesaikan sejumlah pekerjaan besar yang tak terbayangkan sebelumnya. Setiap pekerjaan tersebut membutuhkan perhitungan dan perencanaan khusus. Sungguh mengagumkan bahwa kecerdasan dan keahlian yang demikian ini ada pada setiap ekor lebah. Namun, yang lebih hebat lagi adalah ribuan lebah bekerjasama secara teratur dan terencana dalam rangka mencapai satu tujuan yang sama, dan mereka melaksanakan bagian pekerjaan mereka masing-masing secara penuh dan sungguh-sungguh tanpa kesalahan sedikitpun.
Suatu koloni lebah umumnya terdiri dari lebah pekerja, pejantan dan ratu. Lebah pekerja boleh dikata mengerjakan seluruh tugas dalam sarang. Sejak saat dilahirkan, para lebah pekerja langsung mulai bekerja, dan selama hidup, mereka melakukan berbagai tugas yang berganti-ganti sesuai dengan proses perkembangan yang terjadi dalam tubuh mereka. Mereka menghabiskan tiga hari pertama dalam hidup mereka dengan membersihkan sarang.
Kebersihan sarang sangatlah penting bagi kesehatan lebah dan larva dalam koloni. Lebah pekerja membuang seluruh bahan berlebih yang ada dalam sarang. Saat bertemu serangga penyusup yang tak mampu mereka keluarkan dari sarang, mereka pertama-tama membunuhnya.
Kemudian mereka membungkusnya dengan cara menyerupai pembalseman mayat. Yang menarik di sini adalah dalam pengawetan ini lebah menggunakan bahan khusus yang disebut “propolis”.
Propolis adalah suatu bahan istimewa karena sifatnya yang anti bakteri sehingga sangat baik digunakan sebagai pengawet.


Jika makan, ia makan yang baik. Jika mengeluarkan, ia keluarkan yang baik. Jika hinggap, rangting yang lapuk pun tidak patah karenanya. Itulah lebah, dalam kehidupannya sehari-hari.

Makanan lebah adalah nektar, sari madu bunga, ini merupakan makanan terbaik. Yang keluar darinya adalah madu, pollen, royal jelly dan propolis, yang semuanya sangat berguna bagi kesehatan dan vitalitas manusia. Ketika hinggap di suatu tempat, lebah tidak pernah merusak tempat itu, tidak ada ranting yang patah, tidak ada kayu yang berlobang karenanya, justru hinggapnya pada bunga sangat membantu adanya penyerbukan. Lebah juga aktif bekerjasama antara satu dengan yang lain untuk memenuhi kebutuhan bersama, masing-masing memiliki tugas yang jelas dan bertanggungjawab penuh atas tugasnya itu. Kemudian, jika ada yang mengganggu, mengancam komunitasnya atau merusak lingkungannya, maka mereka sangat berani untuk mempertahankan diri dan menghalau ancaman tersebut.
Seperti lebah itulah seorang muslim diumpamakan oleh Rasulullah. Karenanya, ia harus selalu mengambil yang terbaik untuk dirinya, memberikan yang terbaik untuk yang lain. Aktif bekerjasama untuk mencapai kepentingan dan kebaikan bersama. Tidak merugikan pihak lain di mana pun berada. Kemudian, jika ada yang perbuatannya mengganggu, merusak atau merugikan orang lain, ia akan sangat berani untuk melawannya. Agar kerusakan tidak terus terjadi, agar kedholiman tidak merajalela di muka bumi.


Belajar dari Kelakuan Laba-laba

Di suatu sore hari, tampak seorang pemuda tengah berada di sebuah taman umum. Dari raut wajahnya tampak kesedihan, kekecewaan dan frustasi yang menggantung disana. Dia sebentar berjalan dengan langkah gontai dan kepala tertunduk lesu, sebentar terduduk dan menghela napas panjang, kegiatan itu diulang berkali-kali seakan dia tidak tahu apa yang hendak dilakukannya.
Saat itu, tiba-tiba pandangan matanya terpaku pada gerakan seekor laba-laba yang sedang membuat sarangnya diantara ranting sebatang pohon tempat dia duduk sambil melamun. Dengan perasaan iseng dan kesal diambilnya sebatang ranting dan segera sarang laba-laba itupun menjadi korban kejengkelan dan keisengannya, dirusak tanpa ampun. Perhatiannya teralih sementara untuk mengamati ulah si laba-laba. Dalam hati dia ingin tahu, kira-kira Apa yang akan dikerjakan laba-laba setelah sarangnya hancur oleh tangan isengnya? Apakah laba-laba akan lari terbirit-birit atau dia akan membuat kembali sarangnya di tempat lain?
Pertanyaan itu tidak membutuhkan jawaban untuk waktu yang lama. Karena si laba-laba kembali ke tempatnya semula, mulai mengulangi kegiatan yang sama, merayap-merajut-melompat, setiap helai benang dipintalnya dari awal, semakin lama semakin lebar dan hampir menyelesaikan seluruh pembuatan sarang barunya.Setelah menyaksikan usaha si laba-laba yang sibuk bekerja lagi dengan semangat penuh memperbaiki dan membuat sarang baru, kembali ranting si pemuda beraksi dengan tujuan menghancurkan sarang tersebut untuk kedua kalinya. Dengan perasaan puas dan ingin tahu, diamati ulah si laba-laba, apa gerangan yang akan dikerjakannya setelah pengrusakan sarang kedua kalinya? Ternyata untuk ketiga kalinya, laba-laba mengulangi kegiatannya, kembali memulai dari awal dengan bersemangat merayap-merajut-melompat dengan setiap helai benang yang dihasilkan dari tubuhnya, memintal membuat sarang sedikit demi sedikit.
Melihat dan mengamati ulah laba-laba, membangun sarang yang telah hancur untuk ke tigakalinya, saat itulah si pemuda mendadak sontak tersadarkan. Tidak peduli berapa kali sarang laba-laba dirusak dan dihancurkan, sebanyak itu pula laba-laba membangun sarangnya kembali. dengan giat bekerja tanpa mengenal lelah, Semangat binatang kecil sungguh luar biasa!!
Hal itu menimbulkan perasaan malu Si pemuda. Karena sesungguhnya, si pemuda berada di taman itu, dengan hati dan perasaan gundah karena dia baru saja mengalami satu kali kegagalan! Melihat semangat pantang menyerah laba-laba, dia pun berjanji dalam hati : Aku tidak pantas mengeluh dan putus asa karena telah mengalami satu kali kegagalan. Aku harus bangkit lagi ! berjuang dengan lebih giat dan siap memerangi setiap kegagalan yang menghadang, seperti semangat laba-laba kecil yang membangun sarangnya kembali dari setiap kehancuran!
kegagalan adalah bagian kecil dari proses kesuksesan.

Kegagalan bukan berarti kita harus menyerah apalagi putus asa, kegagalan itu berarti kita harus introspeksi diri dan berikhtiar lebih keras dari hari kemarin, selama kita masih memiliki tujuan yang menggairahkan untuk di capai, tidak pantas kita patah semangat ditengah jalan, karena dalam kenyataannya , tidak ada sukses sejati yang tercipta tanpa melewati kegagalan. Jangan takut gagal!
Kegagalan adalah bagian kecil dari proses kesuksesan.
Pernahkah Saudara mengamati kehidupan laba-laba ?,
lah ngapain, emang gue pikirin, kaya gak ada kerjaan lain.
Tapi dalam aspek tertentu, dia punya kelebihan dibanding kita manusia!! Betulkah,
kelebihan dalam bidang apa?.
Laba-laba mampu membuat rumah/sarangnya 100 % mandiri.
Ya, mungkin benar juga, pernahkan Anda lihat dua ekor laba-laba atau lebih sambatan (arisan,sharing) atau gantian saling bantu membuat sarang.
Sementara manusia rasanya tiada yang mampu 100 % mandiri dalam membuat rumah tinggalnya. Kalau dipaksa mandiri mulai pengumpulan material, rancang bangun, asembling paling-paling rumah yang mampu dibikin sekelas rumah gubuk, atau rumah kumuh di tepi sungai, yang tidak memenuhi standart konstruksi, jauh dari kesan indah.
Untuk membuat rumah yang kokoh, memenuhi syarat standar konstruksi, indah, sehat pasti memerlukan bantuan orang lain yang memang ahli dalam bidangnya.
Tentu saja kelebihan laba-laba yang “sangat percaya diri” membuat sarangnya sendirian namun toh akhirnya jelas, sarangnya tidak bisa melindungi dari hujan dan panas, mudah sekali rusak, ketabrak burung kecil aja amburadul.
Rupanya itulah pelajaran buat manusia melalui kelakuan laba-laba sebagaimana tersurat dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surah Al-Ankabut (29); 41 “ Perumpamaan /gambarannya orang yang mengambil kekasih (teman dekat) selain Alloh SWT adalah sebagaimana laba-laba, (yang) membuat rumah/sarang, dan sesungguhnya lebih hinanya rumah niscaya rumahnya laba-laba, seandainya mereka mengetahui”
Manusia hidup di dunia yang beribadah bertujuan mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat dengan mempelajari dan mengamalkan agama tidak akan cukup mengandalkan belajar sendiri, membaca-baca buku dengan pikiran sendiri / autodidak, mengikuti pendapat umunya orang, lebih percaya pada sesama manusia dengan mengesampingkan peringatan dari Alloh SWT, tentang tata cara mempelajari ilmu agama sebagaimana dicontohkan oleh Sang Uswatun Hasanah ( Nabi Muhammad SAW).
Membangun “rumah masa depan” di akhirat semestinya mengikuti petunjuk dari Alloh SWT, dengan mempelajari firmanNya dan sunah tuntunan Rosululloh SAW, yang mau tidak mau memerlukan pendamping / pemandu yang selalu terbuka dalam berkomukasi, mengerti permasalahan kita.
Dengan adanya suatu komunikasi dalam komunitas maka pedoman agama dalam bentuk mushaf Al-Qur’an dan Al-Hadits yang berwujud fisik benda mati, akhirnya menjadi “hidup” hikmah dan pengertiannya di dalam hati sanubari kita, semangat hidup ingin mendapat ridho dari Alloh SWT.
Sebagaimana orang mau membangun rumah di dunia ini, boleh saja Saudara punya angan-angan merancang konstruksi yang canggih, design yang menawan dan artistik, memilih material kwalitas wahid, namun toh pengerjaannya pasti memerlukan bantuan orang lain yang ahli dalam bidang bangun-membangun rumah.
Diperlukan arsitek, teknik sipil, setidak-tidaknya tukang yang saling terbuka dan memahami lokasi tanah yang Anda miliki, mengerti akan ketersediaan bahan material.
Terimakasih ya Alloh, dari laba-laba ciptannmu rupanya Engkau memberikan pelajaran dan hikmah begitu besar buat kami, hamba nan lemah ini.
Laba-laba Arsitek Sejati
Setiap orang telah menjumpai makhluk mungil yang disebut laba-laba berkali-kali dalam hidupnya, baik di rumah, di pedesaan, atau di kebun. Tapi, makhluk kecil ini hanya menarik perhatian serius segelintir orang saja, padahal ia adalah salah satu wujud kesempurnaan ciptaan Allah. Kita perlu mengamati laba-laba ini sedikit lebih dekat untuk melihat kesempurnaan ini.
Benang yang Lebih Kuat dari Baja

Yang pertama kali terlintas dalam benak seseorang ketika berpikir tentang laba-laba adalah jaringnya. Ia merupakan keajaiban desain yang memiliki rancangan tersendiri, beserta perhitungan teknik yang menyertainya. Jika kita memperbesar laba-laba menjadi seukuran manusia, jaring yang dianyamnya akan memiliki tinggi sekitar seratus lima puluh meter. Ini sama tingginya dengan gedung pencakar langit berlantai lima puluh.

Andaikan laba-laba sedemikian besar sehingga mampu membuat jaring dengan lebar lima puluh meter, maka jaring ini akan mampu menghentikan pesawat jumbo jet. Jika demikian, bagaimana laba-laba mampu membuat jaring dengan sifat ini? Agar dapat melakukan hal ini, ia pertama kali harus menggambar rancangannya, persis seperti seorang arsitek. Sebab, struktur arsitektural dengan ukuran dan kekuatan seperti ini, mustahil dilakukan tanpa sebuah perancangan. Setelah rancangan dipersiapkan, laba-laba perlu menghitung seberapa besar beban-beban yang akan menempati posisi-posisi tertentu pada jaring, persis layaknya insinyur konstruksi. Jika tidak, jaring ini pasti akan runtuh.

Jika seseorang mengamati bagaimana laba-laba membangun jaringnya, akan ia temukan sebuah keajaiban yang nyata. Pertama-tama, laba-laba melempar benang yang dipintalnya ke udara, lalu aliran udara ini membawanya ke tempat tertentu di mana ia menempel. Lalu pekerjaan konstruksi dimulai. Perlu satu jam atau lebih untuk menganyam sebuah jaring.

Mulanya, laba-laba menarik benang jenis kuat dan tegang dari titik pusat ke arah luar guna mempersiapkan kerangka jaringnya. Ia lalu menggunakan benang jenis kendor dan lengket untuk membuat lingkaran dari arah luar ke dalam. Dan kini perangkap itu telah siap.

Benang yang digunakan laba-laba sama ajaibnya dengan jaring itu sendiri. Benang laba-laba lima kali lebih kuat dari serat baja dengan ketebalan yang sama. Ia memiliki gaya tegang seratus lima puluh ribu kilogram per meter persegi. Jika seutas tali berdiameter tiga puluh sentimeter terbuat dari benang laba-laba, maka ia akan mampu menahan berat seratus lima puluh mobil.

Ilmuwan menggunakan benang laba-laba sebagai model ketika membuat bahan yang dinamakan Kevlar, yakni bahan pembuatan jaket anti peluru. Peluru berkecepatan seratus lima puluh meter per detik dapat merobek sebagian besar benda yang dikenainya, kecuali barang yang terbuat dari Kevlar. Tetapi, benang laba-laba sepuluh kali lebih kuat daripada kevlar. Benang ini juga lebih tipis dari rambut manusia, lebih ringan dari kapas, tapi lebih kuat dari baja, dan ia diakui sebagai bahan terkuat di dunia.
Baja termasuk material paling kuat yang tersedia bagi manusia yang diproduksi dengan sarana industri berat, menggunakan besi, dan dalam tungku bertemperatur ribuan derajat. Ia didesain khusus agar berdaya tahan tinggi, dan digunakan pada konstruksi lebar, bangunan tinggi, dan jembatan. Laba-laba menghasilkan material yang lima kali lebih kuat dari baja, padahal ia tak memiliki tungku pembakaran dan teknologi apapun. Ia adalah makhluk mungil yang tak mampu berpikir. Sungguh suatu keajaiban bahwa makhluk kecil ini mampu menghasilkan benang yang lebih kokoh dari baja, dan menggunakannya untuk membuat bangunan dengan cara yang sama seperti para arsitek dan insinyur.


Belajar dari Semut

Semut makhluk kecil yang selalu dipandang rendah. Bentuk fisik yang kecil, tempatnya yang kotor. Melirik pun kadang kita ogah. Namun pernahkah terlintas dalam benak kita, semut yang buruk pura ini ternyata mempunyai sifat yang selama ini sudah menjadi langka di negeri ini.
Terkadang kita merasa kesal jika makan minum kita dikerubutin semut. Tapi kita tidak pernah bisa belajar dari seekor semut. Malah dengan mudahnya kita membunuhnya.
Coba kalau kita mau merenung sebentar. Betapa sederhananya makhluk kecil ini. Walaupun kita beri 1 liter gula mereka pun hanya mengambil satu biji. Tidak lebih dan tidak kurang. Bandingkan dengan kita, sudah diberi fasilitas berbagai macam tapi masih tetap mengeluh kekurangan. Bahkan tanpa malu-malu masih mengambil lagi milik orang lain alias korupsi.
Mereka pun tidak banyak bicara tapi banyak kerja, bahkan dengan semangat gotong royong tanpa pamrih. Berbeda dengan sikap masyarakat sekarang, semuanya diukur dengan materi. Tidak ada lagi semangat gotong royong. Untuk piket ronda malam saja sudah enggan kalau tidak dibayar, wah gawat!
Mumpung lagi pada sibuk bicara capres, apakah ada dari beberapa figur pemimpin nasional kita yang memiliki karakter semut tadi? Atau jangan-jangan mereka pun enggan mengakuinya. Dan masih dengan sikap angkuh menganggap apa yang mereka miliki sekarang masih kurang dari cukup dan tetap bernafsu menambah pundi-pundi harta tanpa mau peduli dengan orang lain yang kurang beruntung. Wallahu alam bissawab.
Tuhan sering sekali menggunakan berbagai cara untuk mengingatkan dan mengajarkan sesuatu hal kepada manusia. Kali ini ini kita akan belajar dari hewan, hewan kecil yang lemah tapi Tuhan menjadikannya teladan untuk kita supaya kita belajar sesuatu hala yang membangun dari hewan tersebut. Adalah seekor semut yang kecil yang akan mengajarkan manusia mengenai arti sebuah perjuangan hidup yang tak mengenal waktu dan tak mengenal lelah.

1. Semut adalah binatang yang rajin dan bertanggung jawab.

Seperti ungkapan di atas semut adalah binatang rajin dan bertanggung jawab, itu benar adanya. Coba perhatikan dengan seksama, apakah kita pernah melihat seekor semut duduk-duduk santai dan berjemur? Atau keluar pada jam-jam atau meusi-musim tertentu? Semut akan selalu bekerja siang dan malam, baik musim hujan atau pun panas, anda pasti akan melihat seekor semut bekerja, bahkan dimanapun kita berada semut juga ada, artinya semut tidak takut untuk ditempatkan dimanapun, ia akan mengerjakan tugasnya sapai selesai dan penuh tanggung jawab.

Berbeda dengan manusia yang sering bermalas-malasan karena berbagai alasan, di bawah ini adalah ciri-ciri seorang pemalas :

a. Seorang pemalas adalah seorang yang selalu menunda pekerjaan
b. Seorang pemalas tidak menyelesaikan apa yang dimulainya
c. Seorang pemalas akan mencari dan mengikuti jalan yang mudah yang jauh dari pada rintangan

2. Semut adalah binatang yang pantang menyerah.

Jika anda melihat seekor semut cobalah anda untuk menghalangi jalannya. dan perhatikan apa yang semut tersebut lakukan! ia akan mencari jalan lain untuk meneruskan jalannya atau bahkan dia akan memanjat rintangan yang anda buat untuk bisa terus berjalan ke depan. Semut tidak peduli apapun rintangan yang menghalangi, ia akan berusaha untuk menghadapinya tanpa rasa takut ataupun ragu. Sebab ia fokus pada apa yang menjadi visinya. Tetapi menusia sering kehilangan visi dan menjadi lemah oleh karena persoalan yang menghalangi jalannya.

3. Semut bekerja sama dengan baik dalam satu tim.

Kita sering melihat semut bertabrakan satu sama yang lain, kira-kira apa yang mereka lakukan? Jarang sekalai manusia memperhatikan apa yang sebenarnya mereka lakukan, apa hanya sekedar menyampaikan salam atau bertegur sapa? Sebenarnya apa yang mereka lakukan adalah mereka bertukar informasi tetntang sesuatu yang bisa dikerjakan, dalam artian mereka meminta bantuan teman yang lain untuk bekerja sama mengerjakan suatu pekerjaan. Semut bekerja sama dengan baik dengan sesamanya tanpa mengindahkan persoalan-persolan sepele dalam hidup mereka. Semut selalu fokus pada terget misi mereka dan bekerja bersama-sama untuk mencapai target tersebut. Semut bukan binatang superior melainkan binatang yang lemah yang memiliki keterbatasan sehingga mereka akan membutuhkan satu dengan yang lain untuk mengerjakan tugas yang berat. Dan mereka akan senantiasa membantu satu dengan yang lain untuk tercapainya keberhasilan bersama dalam mengerjakan visi mereka.


Belajar Dari Alam (Air)

Allah menciptakan kita sebagai manusia yang memiliki akal dan nurani, akal digunakan untuk berfikir tentang bagaimana kita menghadapi berbagai masalah kehidupan di dunia. Begitu juga Allah menciptakan Alam untuk memenuhi kebutuhan kita manusia. Namun tidak hanya itu, alam memberikan perumpamaan untuk bertemu dan yakin bahwa Allah SWT yang menciptakan alam dan seisinya.
Dengan akal kita mencoba menggali perumpamaan yang diberikan Allah melalui alam. Mulai dari yang sederhana yaitu “Mata Air”, mata air kita ibaratkan sebagai hati nurani manusia. Nurani merupakan ungkapan hati yang bersih bagaikan mata air yang jernih tak kotor oleh debu ataupun najis, karena nurani ungkapan yang datang dari Allah dan yang pastinya nurani dimiliki oleh setiap hati manusia sehingga disebut hati nurani.
Jalannya air dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, mulai dari sumbernya kemudian mengalir dan bertemu dengan mata air lainnya sehingga mengumpul hingga membentuk anak sungai, kemudian menjadi lebih banyak menjadi sungai dan terus mengalir melalui jalur yang sangat panjang dan melalui berbagai rintangan hingga sampailah ke laut.

Dari alam itu mari kita mencoba untuk mendefinisikannya, yaitu mata air kita umpamakan sebagai hati nurani kita yang ada dalam setiap manusia. Mata air yang jernih bagaikan kita baru lahir yang memiliki hati yang belum ternoda, namun setelah melalui berbagai perjalanan jauh akan terkena debu dan najis atau apapun yang membuat air itu akan kotor sama halnya manusia dalam menempuh kehidupannya dengan berbagai jalan, cobaan, dan rintangan maka hati kita akan kotor dan ternoda, baik oleh dosa kecil maupun dosa besar.
Berbagai rintangan yang dilalui air di dalam anak sungai, kemudian sungai, dan akhirnya ke laut kita umpamakan seperti halnya manusia mengadapi rintangannya di sebuah keluarga, masyarakat dan Negara.

Dari berbagai rintangan itu, air akan berkumpul dilautan dari berbagai sumber. Laut pun berbeda ada yang dangkal ataupun dalam, begitu pula manusia memiliki keyakinan berbeda dan setiap manusia berbeda pula tingkat imannya ada yang memiliki iman yang dangkal dan ada pula yang dalam.


Belajar dari Buah yang tumbuh (Mencetak anak yang sholeh)

Allah memberikan alam raya ini selain untuk dinikmati, tetapi juga untuk di tafakuri, marilah kita mengambil satu pelajaran dari buah yang tumbuh…
Tentunya buah yang bagus bentuknya, manis rasanya, hanya berasal dari pohon yang baik, dan tanah yang subur. Ini adalah perumpamaan yang sangat sederhana dan mudah untuk dipahami, bagi setiap orang tua yang menginginkan mendapatkan anak yang sholeh. Tanah yang subur dan pohon yang baik adalah perumpamaan untuk kedudukan dan fungsi orang tua, sedangkan buah yang baik, ibarat seorang anak yang tumbuh dalam bimbingan orang tuanya.
Perumpamaan ini memberikan pelajaran kepada kita,…untuk mendapatkan anak yang sholeh, maka yang pertama-tama harus diperhatikan dan diperbaiki adalah kesholehan kedua orang tuanya.
Dalam contoh sederhana, ketika orang tua….tidak ingin anaknya berbohong, maka janganlah sekali-kali para orang tua, baik ibu atau ayah mengajarkan cara berbohong kepada anaknya, atau, ketika mereka ingin agar anaknya rajin dalam beribadah,maka orang tuanya dululah yang sebaiknya rajin beribadah…
Tentunya, hal ini tidak akan menjadi satu hal yang sulit, karena islam sebelumnya telah mengajarkan kepada manusia agar mereka berusaha untuk menjadi lelaki dan wanita yang sholeh. Islam memberikan petunjuk kepada mereka pada saat sebelum menikah, pada saat menikah, dan pada saat di amanahkan keturunan. Keluarga Imran, adalah satu contoh yang Allah abadikan dalam Al Quran, dari pasangan suami dan istri yang sholeh, dan anak yang sholeh.
Pada saat pohon itu tumbuh, memberikan pupuk dan air yang cukup tentunya adalah hal yang sangat berpengaruh pada buah yang akan dihasilkan. Demikian pula dengan anak. Memberinya makanan yang baik adalah hal yang sangat penting.. makanan dalam konteks kebutuhan manusia tidak hanya makanan yang bersifat jasmani, tetapi yang lebih penting lagi adaalah makanan yang bersifat rohani..
Memberikan makanan tidak hanya terfokus pada dzat dari makanan itu sendiri, termasuk dalam konteks ini adalah…, cara mendapatkan rezeki yang halal yang nantinya diberikan kepada anak-anak adalah hal yang sangat penting yang perlu diperhatikan oleh kedua orang tua. Berbagai macam penelitian membuktikan, memberikan makanan yang didapat, melalui cara yang halal sangat mempegaruhi perlaku tidak hanya seorang anak, tetapi juga, perlaku kedua orang tuanya.
Sedangkan dalam konteks makanan jiwa, mengajarkan mereka dari usia dini untuk mengenal rukun iman, adalah hal yang sangat penting. Lalu, di tindak lanjuti dengan membiasakan mereka untuk melakukan ibadah yang diwajibkan, dan melakukan berbagai macam amal sholeh yang diperlukan dalam pergaulan. Tentunya, keteladan yang nyata dari akhlaq orang tua merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam hal ini.
Pada proses bunga mulai muncul dan tumbuh buah.. perlindungan terhadap hama, serangga, binatang yang dapat menggangunya adalah satu hal yang perlu dilakukan. Walaupun buah itu berasal dari tanah yang subur dan pohon yang baik, tetapi pada masa pertumbuhannnya, hama atau serangga yang merugikan,… dapat menghancurkannya.
Tentunya, adalah tugas bagi para orang tua untuk melindunginya anaknya dari berbagai hal yang membahayakan dirinya yang datang dari luar lingkungan keluarga.
Lingkungan, adalah salah satu faktor yang memiliki dampak yang besar terhadap perilaku anak. Memilihkan lingkungan yang baik, memberikannya pendidikan dan sekolah yang baik, teman-teman bergaul yang baik, membatasi berbagai informasi yang akan diserap dan ditiru oleh sang anak dari berbagai media, seperti televisi, radio, majalah, dan lain sebagainya. Adalah satu hal yang perlu mendapat perhatian penting.
Karena boleh jadi, walaupun kedua orang tuanya sholeh, tetapi karena kelengahan orang tuanya dalam memperhatikan aspek lingkungan putra-putri mereka, putra-putri mereka tumbuh dan berperilaku yang tidak sesuai dengan harapan. Al Quran juga memberikan contoh tentang hal ini kepada kita, melalui keluarga Nabi Nuh, walaupun ayah mereka seorang Nabi, tetapi anak mereka kan’an termasuk ke dalam golongan yang kafir..
Anak, adalah amanah Allah. Allah mengangkat wali dari setiap bayi yang lahir dalam keadaan suci, agar ia bisa kembali kepada Allah dalam keadaan yang suci. Dan wali itu adalah orang tua… hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw ;
“Tiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah-Islami). Ayah dan ibunya lah kelak yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (penyembah api dan berhala). (HR. Bukhari)
Sebagai orang tua, tentunya masih banyak hal yang perlu diketahui agar dapat memperoleh anak yang sholeh, memperbaiki diri, berusaha menjadi teladan dan memberikan yang terbaik, adalah sebuah proses yang perlu di nikmati

Trilogy Kisah Kayu

The story of a box in a stable

I am a kind of tree. Long time ago, I dreamt of being a jewelry box with beautiful carving surrounding my body. In fact, I was just an ordinary wooden box. My job was only carrying food for cattle, yet my dream of being a treasure box had gone away. No carving surrounded my body, no glory of this shape. And there was no gold or diamond inside me, just dirty grass and smelly straw. No king or queen touched me; just dirty mouth of a camel kissed my body.


One day, there was a man coming into my place. His wife was pregnant and it seemed to me that she would give a birth. This man told his wife that there was no place for them to stay. They were all too expensive for them. Finally that lady gave her birth in a cattle stable, the only place to stay. She put the newly born infant in me. And suddenly, thousand angels in the sky sang aloud. Their voices scattered heavily, passing by my body. They were glorifying the lord. The sky was so bright and beautiful. Later, the eastern star delivered The Three Kings to present a gift to the infant. I was amazed.

Now I know that my dream was granted. I kept the greatest treasure of mankind; the holy infant of a great man who saves the world.


Celathune Prau

Aku iki sadrema prau cilik, prau kang kagawe saka sempaling kayu, kayu seka alas ing sa'ereng-erenging gumuk. Dhisik aku pengin dadi kapal gedhe kang misuwur, ngupengi jagad tan winates. Ratu lan pangeran bakal numpaki aku, nyebrang segara wiyar, duta minulya kanggo nagari kang kawentar.

Nanging jebul manungsa tukang prau sing dhisik negor aku, ora duwe kawicaksanan kang linuwih, jebul wong iku mung tukang prau sing mung isa gawe prau kanggo mancing lan jejala mina pra nelayan, nasibku adoh saka pangimpenku. Saiki aku dadi prau biasa, ora momot ratu ora nyabrangke pangeran ora ka'ambah duta minulya.

Wus pirang suwe, aku supen karo impenku, aku wus lila legawa, dadi kanca nggota, anjaring mina cilik ing segara urip. Wus ora kepitung pira akehe anggonku golek mina, lan dadi panguripaning wong kang ngupadi becik.

Ing sawijining dina, ana mitra cacah rongpuluh, ngersakake nyabrang ana ing bang kidul. Sajroning mrau, salahsijining piyayi atur wucalan kabecikan babagan Pangéran kang sipat murah, Cinecep nulya wangsul, Mrih rahayu lumampah margi utami. Banjur piyayi mau sare.

Nuli piyayi mau sare, dumadakan langite mendhung, segara horeg muter, nguncalake banyu segara, aku kang mung prau cilik kabebeg ing banyu kang sansaya prahara. Piyayi mau di gugah marang sawijining abdi, deweke tumuli ngadeg lan atur sabda, alaming segara sing mau prahara, banjur lerem saknalika. Aku nuli bungah, kasembadan panggayuhku, anggraita menawa sing dak terke nyebrang mau putraning Allah kang jumeneng nata sedaya titah, Raja agung binathara kang manjalma dadi manungsa lumrah. Duh gusti kersaa dados sedaya ingkang Panjenengan kersa.




Cerita Sebuah Kayu
Sekarang aku hanya sebuah kayu tua. Dulu aku adalah sebuah pohon di hutan bukit subur. Rindang daunku, carang2ku menjulang ke angkasa. Tidak seperti teman-temanku yang lain yang ingin ditebang dan menjadi alat pembantu manusia, aku tidak mempunyai cita-cita itu, aku hanya ingin tumbuh dan mekar, sehingga kelak, manusia akan kagum melihat keperkasaanku, aku ingin lebih tinggi lagi dan tumbuh lagi, dan dekat dengan langit, tempat sang pencipta bertahta.

Tapi impianku sirna, sebelum aku menjadi pohon besar seperti yang aku impikan, manusia datang dan menebang aku. Mereka kemudian menguliti aku, membentuk aku menjadi sebuah gelondong besar, dan kemudian menyimpan aku di tempat yang pengap dan gelap. Berhari-hari aku merenungi nasibku, kecewa dan marah.

Hari demi hari, bulan berganti bulan, entah berapa musim kemarau aku sudah lewati, aku sudah berhenti menghitung hari dan lupa akan cita-citaku. Aku sudah lelah menyesali nasib. Sampai pada suatu pagi, datanglah dua orang ke tempatku. Mereka menggotong aku, dan memanggulkan aku pada seseorang. Orang itu kira-kira 33 tahun usianya. Di kepalanya tersandang mahkota dari semak-semak berduri, dan duri-duri itu menancap di sekujur kepalanya. Pakaiannya lusuh penuh darah, sepertinya orang ini baru saja dicambuk dan disiksa.

Dengan pasrah orang itu menerimaku dan mulai berjalan sambil memanggul aku. Aku yang begitu berat membuat orang itu jatuh tersungkur ke tanah. Tapi dia bangkit lagi, dia terus berjalan, sepertinya akan menuju sebuah tempat yang tinggi, jalannya menanjak dan berbatu, sepanjang jalan banyak orang meludahi orang ini, melempari dia dengan batu, tapi dia hanya diam. Aku iba melihat orang ini. Apa salah orang ini? Akhirnya datanglah sekelompok wanita mendekati orang ini, mereka meratap dan memberinya minum. Dan kemudian dia berjalan lagi.

Sesampainya di puncak bukit, pakaian orang itu di lucuti, para serdadu membuang dadu untuk mendapat pakaian orang itu. Kemudian kedua tangan dan kakinya dipaku pada tubuhku. Aku tidak bisa membayangkan betapa sakitnya ketika sebuah paku menembus pergelangan tangannya. Setelah terpaku, aku diangkat tinggi bersama orang itu. Terik matahari yang kejam seperti menusuk-nusuk tubuh orang itu. Menambah perih dan ngilu pada luka-lukanya.

Akhirnya setelah 3 jam, orang itu berkata "Bapa kedalam tangan-Mu kuserahkan nyawaKu" dan meninggal. Dan dari situ aku tahu siapa orang ini. Tangan-tangan pembuat mukjizat yang penuh kasih telah dipakukan pada ujung-ujungku. Pribadi agung penebus memanggul aku dengan penuh taat. Berbahagialah aku, karena menjadi dekat dengan Sang Pencipta. Lebih dekat dari yang kuimpikan dahulu.