Selasa, 05 Oktober 2010

Belajar Dari `Alam


Belajar dari Burung dan Cacing

Bila kita sedang mengalami kesulitan hidup karena himpitan kebutuhan materi, maka cobalah kita ingat pada burung dan cacing.
Kita lihat burung tiap pagi keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Tidak terbayang sebelumnya kemana dan dimana ia harus mencari makanan yang diperlukan. Karena itu kadangkala sore hari ia pulang dengan perut kenyang dan bisa membawa makanan buat keluarganya, tapi kadang makanan itu cuma cukup buat keluarganya, sementara ia harus “puasa”. Bahkan seringkali ia pulang tanpa membawa apa-apa buat keluarganya sehingga ia dan keluarganya harus “berpuasa”. Meskipun burung lebih sering mengalami kekurangan makanan karena tidak punya “kantor” yang tetap, apalagi setelah lahannya banyak yang diserobot manusia, namun yang jelas kita tidak pernah melihat ada burung yang berusaha untuk bunuh diri.
Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menukik membenturkan kepalanya ke batu cadas. Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menenggelamkan diri ke sungai. Kita tidak pernah melihat ada burung yang memilih meminum racun untuk mengakhiri penderitaannya. Kita lihat burung tetap optimis akan rizki yang dijanjikan Allah.
Kita lihat, walaupun kelaparan, tiap pagi ia tetap berkicau dengan merdunya. Tampaknya burung menyadari benar bahwa demikianlah hidup, suatu waktu berada diatas dan dilain waktu terhempas ke bawah. Suatu waktu kelebihan dan di lain waktu kekurangan. Suatu waktu kekenyangan dan dilain waktu kelaparan.
Sekarang marilah kita lihat hewan yang lebih lemah dari burung, yaitu cacing.
Kalau kita perhatikan, binatang ini seolah-olah tidak mempunyai sarana yang layak untuk survive atau bertahan hidup. Ia tidak mempunyai kaki, tangan, tanduk atau bahkan mungkin ia juga tidak mempunyai mata dan telinga. Tetapi ia adalah makhluk hidup juga dan, sama dengan makhluk hidup lainnya, ia mempunyai perut yang apabila tidak diisi maka ia akan mati. Tapi kita lihat, dengan segala keterbatasannya, cacing tidak pernah putus asa dan frustasi untuk mencari rizki. Tidak pernah kita menyaksikan cacing yang membentur-benturkan kepalanya ke batu.
Sekarang kita lihat manusia. Kalau kita bandingkan dengan burung atau cacing, maka sarana yang dimiliki manusia untuk mencari nafkah jauh lebih canggih.
Tetapi kenapa manusia yang dibekali banyak kelebihan ini seringkali kalah dari burung atau cacing?
Mengapa manusia banyak yang putus asa lalu bunuh diri menghadapi kesulitan yang dihadapi?
Padahal rasa-rasanya belum pernah kita lihat cacing yang berusaha bunuh diri karena putus asa.
Rupa-rupanya kita perlu banyak belajar dari burung dan cacing.


Belajar Dari Kupu-kupu

Seseorang menemukan kepompong seekor kupu-kupu. Suatu hari lubang kecil muncul di kepompong itu. Orang itu duduk dan mengamatinya dalam beberapa jam ketika kupu-kupu itu berjuang memaksa dirinya melewati lubang kecil itu. Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat kemajuan.

Kelihatannya kupu-kupu itu telah berusaha semampunya tapi dia tetap tidak bisa lebih jauh lagi. Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya, diambilnya lah sebuah gunting dan dia memotong sisa kekangan dari kepompong itu. Dan kemudian keluarlah kupu-kupu dari kepompong itu dengan mudahnya.

Namun kemudian, kupu-kupu itu mempunyai tubuh gembung dan kecil serta sayap-sayapnya mengkerut. Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap bahwa pada suatu saat, sayap-sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuh kupu-kupu itu yang mungkin akan berkembang.

Namun ternyata semuanya tidak pernah terjadi. Kenyataannya, kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengkerut serta kupu-kupu itu tidak pernah bisa terbang.

Yang tidak dimengerti dari kebaikan orang tersebut adalah bahwa kepompong yang menghambat dan perjuangan yang dibutuhkan kupu-kupu untuk melewati lubang kecil adalah jalan Tuhan untuk memaksa cairan dari kupu-kupu itu masuk ke dalam saya-sayapnya sedemikian rupa, sehingga dia akan siap terbang begitu dia memperoleh kebebasan dari kepompong tersebut.

Terkadang perjuangan adalah yang kita perlukan dalam hidup kita. Jika Tuhan membiarkan kita hidup tanpa hambatan, itu mungkin akan melumpuhkan kita. Kita mungkin tidak sekuat yang semestinya kita mampu. Dan kita mungkin tidak pernah dapat terbang.

Saya memohon Kekuatan…

Dan Tuhan memberi saya kesulitan-kesulitan untuk membuat saya kuat.

Saya memohon Kebijakan…
Dan Tuhan memberi saya Persoalan untuk diselesaikan.

Saya memohon Kemakmuran…

Dan Tuhan memberi saya Otak dan Tenaga untuk bekerja.

Saya memohon Keteguhan Hati…

Dan Tuhan memberi saya Bahaya untuk diatasi.

Saya memohon Cinta…

Dan Tuhan memberi saya orang-orang bermasalah untuk ditolong.

Saya memohon Kemurahan/Kebaikan Hati…

Dan Tuhan memberi saya Kesempatan-kesempatan.

Saya tidak memperoleh yang saya inginkan,

tetapi saya mendapatkan segala yang saya butuhkan.


Belajar Dari Lebah

Lebah adalah serangga mungil yang tidak mampu berpikir. Akan tetapi mereka mampu menyelesaikan sejumlah pekerjaan besar yang tak terbayangkan sebelumnya. Setiap pekerjaan tersebut membutuhkan perhitungan dan perencanaan khusus. Sungguh mengagumkan bahwa kecerdasan dan keahlian yang demikian ini ada pada setiap ekor lebah. Namun, yang lebih hebat lagi adalah ribuan lebah bekerjasama secara teratur dan terencana dalam rangka mencapai satu tujuan yang sama, dan mereka melaksanakan bagian pekerjaan mereka masing-masing secara penuh dan sungguh-sungguh tanpa kesalahan sedikitpun.
Suatu koloni lebah umumnya terdiri dari lebah pekerja, pejantan dan ratu. Lebah pekerja boleh dikata mengerjakan seluruh tugas dalam sarang. Sejak saat dilahirkan, para lebah pekerja langsung mulai bekerja, dan selama hidup, mereka melakukan berbagai tugas yang berganti-ganti sesuai dengan proses perkembangan yang terjadi dalam tubuh mereka. Mereka menghabiskan tiga hari pertama dalam hidup mereka dengan membersihkan sarang.
Kebersihan sarang sangatlah penting bagi kesehatan lebah dan larva dalam koloni. Lebah pekerja membuang seluruh bahan berlebih yang ada dalam sarang. Saat bertemu serangga penyusup yang tak mampu mereka keluarkan dari sarang, mereka pertama-tama membunuhnya.
Kemudian mereka membungkusnya dengan cara menyerupai pembalseman mayat. Yang menarik di sini adalah dalam pengawetan ini lebah menggunakan bahan khusus yang disebut “propolis”.
Propolis adalah suatu bahan istimewa karena sifatnya yang anti bakteri sehingga sangat baik digunakan sebagai pengawet.


Jika makan, ia makan yang baik. Jika mengeluarkan, ia keluarkan yang baik. Jika hinggap, rangting yang lapuk pun tidak patah karenanya. Itulah lebah, dalam kehidupannya sehari-hari.

Makanan lebah adalah nektar, sari madu bunga, ini merupakan makanan terbaik. Yang keluar darinya adalah madu, pollen, royal jelly dan propolis, yang semuanya sangat berguna bagi kesehatan dan vitalitas manusia. Ketika hinggap di suatu tempat, lebah tidak pernah merusak tempat itu, tidak ada ranting yang patah, tidak ada kayu yang berlobang karenanya, justru hinggapnya pada bunga sangat membantu adanya penyerbukan. Lebah juga aktif bekerjasama antara satu dengan yang lain untuk memenuhi kebutuhan bersama, masing-masing memiliki tugas yang jelas dan bertanggungjawab penuh atas tugasnya itu. Kemudian, jika ada yang mengganggu, mengancam komunitasnya atau merusak lingkungannya, maka mereka sangat berani untuk mempertahankan diri dan menghalau ancaman tersebut.
Seperti lebah itulah seorang muslim diumpamakan oleh Rasulullah. Karenanya, ia harus selalu mengambil yang terbaik untuk dirinya, memberikan yang terbaik untuk yang lain. Aktif bekerjasama untuk mencapai kepentingan dan kebaikan bersama. Tidak merugikan pihak lain di mana pun berada. Kemudian, jika ada yang perbuatannya mengganggu, merusak atau merugikan orang lain, ia akan sangat berani untuk melawannya. Agar kerusakan tidak terus terjadi, agar kedholiman tidak merajalela di muka bumi.


Belajar dari Kelakuan Laba-laba

Di suatu sore hari, tampak seorang pemuda tengah berada di sebuah taman umum. Dari raut wajahnya tampak kesedihan, kekecewaan dan frustasi yang menggantung disana. Dia sebentar berjalan dengan langkah gontai dan kepala tertunduk lesu, sebentar terduduk dan menghela napas panjang, kegiatan itu diulang berkali-kali seakan dia tidak tahu apa yang hendak dilakukannya.
Saat itu, tiba-tiba pandangan matanya terpaku pada gerakan seekor laba-laba yang sedang membuat sarangnya diantara ranting sebatang pohon tempat dia duduk sambil melamun. Dengan perasaan iseng dan kesal diambilnya sebatang ranting dan segera sarang laba-laba itupun menjadi korban kejengkelan dan keisengannya, dirusak tanpa ampun. Perhatiannya teralih sementara untuk mengamati ulah si laba-laba. Dalam hati dia ingin tahu, kira-kira Apa yang akan dikerjakan laba-laba setelah sarangnya hancur oleh tangan isengnya? Apakah laba-laba akan lari terbirit-birit atau dia akan membuat kembali sarangnya di tempat lain?
Pertanyaan itu tidak membutuhkan jawaban untuk waktu yang lama. Karena si laba-laba kembali ke tempatnya semula, mulai mengulangi kegiatan yang sama, merayap-merajut-melompat, setiap helai benang dipintalnya dari awal, semakin lama semakin lebar dan hampir menyelesaikan seluruh pembuatan sarang barunya.Setelah menyaksikan usaha si laba-laba yang sibuk bekerja lagi dengan semangat penuh memperbaiki dan membuat sarang baru, kembali ranting si pemuda beraksi dengan tujuan menghancurkan sarang tersebut untuk kedua kalinya. Dengan perasaan puas dan ingin tahu, diamati ulah si laba-laba, apa gerangan yang akan dikerjakannya setelah pengrusakan sarang kedua kalinya? Ternyata untuk ketiga kalinya, laba-laba mengulangi kegiatannya, kembali memulai dari awal dengan bersemangat merayap-merajut-melompat dengan setiap helai benang yang dihasilkan dari tubuhnya, memintal membuat sarang sedikit demi sedikit.
Melihat dan mengamati ulah laba-laba, membangun sarang yang telah hancur untuk ke tigakalinya, saat itulah si pemuda mendadak sontak tersadarkan. Tidak peduli berapa kali sarang laba-laba dirusak dan dihancurkan, sebanyak itu pula laba-laba membangun sarangnya kembali. dengan giat bekerja tanpa mengenal lelah, Semangat binatang kecil sungguh luar biasa!!
Hal itu menimbulkan perasaan malu Si pemuda. Karena sesungguhnya, si pemuda berada di taman itu, dengan hati dan perasaan gundah karena dia baru saja mengalami satu kali kegagalan! Melihat semangat pantang menyerah laba-laba, dia pun berjanji dalam hati : Aku tidak pantas mengeluh dan putus asa karena telah mengalami satu kali kegagalan. Aku harus bangkit lagi ! berjuang dengan lebih giat dan siap memerangi setiap kegagalan yang menghadang, seperti semangat laba-laba kecil yang membangun sarangnya kembali dari setiap kehancuran!
kegagalan adalah bagian kecil dari proses kesuksesan.

Kegagalan bukan berarti kita harus menyerah apalagi putus asa, kegagalan itu berarti kita harus introspeksi diri dan berikhtiar lebih keras dari hari kemarin, selama kita masih memiliki tujuan yang menggairahkan untuk di capai, tidak pantas kita patah semangat ditengah jalan, karena dalam kenyataannya , tidak ada sukses sejati yang tercipta tanpa melewati kegagalan. Jangan takut gagal!
Kegagalan adalah bagian kecil dari proses kesuksesan.
Pernahkah Saudara mengamati kehidupan laba-laba ?,
lah ngapain, emang gue pikirin, kaya gak ada kerjaan lain.
Tapi dalam aspek tertentu, dia punya kelebihan dibanding kita manusia!! Betulkah,
kelebihan dalam bidang apa?.
Laba-laba mampu membuat rumah/sarangnya 100 % mandiri.
Ya, mungkin benar juga, pernahkan Anda lihat dua ekor laba-laba atau lebih sambatan (arisan,sharing) atau gantian saling bantu membuat sarang.
Sementara manusia rasanya tiada yang mampu 100 % mandiri dalam membuat rumah tinggalnya. Kalau dipaksa mandiri mulai pengumpulan material, rancang bangun, asembling paling-paling rumah yang mampu dibikin sekelas rumah gubuk, atau rumah kumuh di tepi sungai, yang tidak memenuhi standart konstruksi, jauh dari kesan indah.
Untuk membuat rumah yang kokoh, memenuhi syarat standar konstruksi, indah, sehat pasti memerlukan bantuan orang lain yang memang ahli dalam bidangnya.
Tentu saja kelebihan laba-laba yang “sangat percaya diri” membuat sarangnya sendirian namun toh akhirnya jelas, sarangnya tidak bisa melindungi dari hujan dan panas, mudah sekali rusak, ketabrak burung kecil aja amburadul.
Rupanya itulah pelajaran buat manusia melalui kelakuan laba-laba sebagaimana tersurat dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surah Al-Ankabut (29); 41 “ Perumpamaan /gambarannya orang yang mengambil kekasih (teman dekat) selain Alloh SWT adalah sebagaimana laba-laba, (yang) membuat rumah/sarang, dan sesungguhnya lebih hinanya rumah niscaya rumahnya laba-laba, seandainya mereka mengetahui”
Manusia hidup di dunia yang beribadah bertujuan mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat dengan mempelajari dan mengamalkan agama tidak akan cukup mengandalkan belajar sendiri, membaca-baca buku dengan pikiran sendiri / autodidak, mengikuti pendapat umunya orang, lebih percaya pada sesama manusia dengan mengesampingkan peringatan dari Alloh SWT, tentang tata cara mempelajari ilmu agama sebagaimana dicontohkan oleh Sang Uswatun Hasanah ( Nabi Muhammad SAW).
Membangun “rumah masa depan” di akhirat semestinya mengikuti petunjuk dari Alloh SWT, dengan mempelajari firmanNya dan sunah tuntunan Rosululloh SAW, yang mau tidak mau memerlukan pendamping / pemandu yang selalu terbuka dalam berkomukasi, mengerti permasalahan kita.
Dengan adanya suatu komunikasi dalam komunitas maka pedoman agama dalam bentuk mushaf Al-Qur’an dan Al-Hadits yang berwujud fisik benda mati, akhirnya menjadi “hidup” hikmah dan pengertiannya di dalam hati sanubari kita, semangat hidup ingin mendapat ridho dari Alloh SWT.
Sebagaimana orang mau membangun rumah di dunia ini, boleh saja Saudara punya angan-angan merancang konstruksi yang canggih, design yang menawan dan artistik, memilih material kwalitas wahid, namun toh pengerjaannya pasti memerlukan bantuan orang lain yang ahli dalam bidang bangun-membangun rumah.
Diperlukan arsitek, teknik sipil, setidak-tidaknya tukang yang saling terbuka dan memahami lokasi tanah yang Anda miliki, mengerti akan ketersediaan bahan material.
Terimakasih ya Alloh, dari laba-laba ciptannmu rupanya Engkau memberikan pelajaran dan hikmah begitu besar buat kami, hamba nan lemah ini.
Laba-laba Arsitek Sejati
Setiap orang telah menjumpai makhluk mungil yang disebut laba-laba berkali-kali dalam hidupnya, baik di rumah, di pedesaan, atau di kebun. Tapi, makhluk kecil ini hanya menarik perhatian serius segelintir orang saja, padahal ia adalah salah satu wujud kesempurnaan ciptaan Allah. Kita perlu mengamati laba-laba ini sedikit lebih dekat untuk melihat kesempurnaan ini.
Benang yang Lebih Kuat dari Baja

Yang pertama kali terlintas dalam benak seseorang ketika berpikir tentang laba-laba adalah jaringnya. Ia merupakan keajaiban desain yang memiliki rancangan tersendiri, beserta perhitungan teknik yang menyertainya. Jika kita memperbesar laba-laba menjadi seukuran manusia, jaring yang dianyamnya akan memiliki tinggi sekitar seratus lima puluh meter. Ini sama tingginya dengan gedung pencakar langit berlantai lima puluh.

Andaikan laba-laba sedemikian besar sehingga mampu membuat jaring dengan lebar lima puluh meter, maka jaring ini akan mampu menghentikan pesawat jumbo jet. Jika demikian, bagaimana laba-laba mampu membuat jaring dengan sifat ini? Agar dapat melakukan hal ini, ia pertama kali harus menggambar rancangannya, persis seperti seorang arsitek. Sebab, struktur arsitektural dengan ukuran dan kekuatan seperti ini, mustahil dilakukan tanpa sebuah perancangan. Setelah rancangan dipersiapkan, laba-laba perlu menghitung seberapa besar beban-beban yang akan menempati posisi-posisi tertentu pada jaring, persis layaknya insinyur konstruksi. Jika tidak, jaring ini pasti akan runtuh.

Jika seseorang mengamati bagaimana laba-laba membangun jaringnya, akan ia temukan sebuah keajaiban yang nyata. Pertama-tama, laba-laba melempar benang yang dipintalnya ke udara, lalu aliran udara ini membawanya ke tempat tertentu di mana ia menempel. Lalu pekerjaan konstruksi dimulai. Perlu satu jam atau lebih untuk menganyam sebuah jaring.

Mulanya, laba-laba menarik benang jenis kuat dan tegang dari titik pusat ke arah luar guna mempersiapkan kerangka jaringnya. Ia lalu menggunakan benang jenis kendor dan lengket untuk membuat lingkaran dari arah luar ke dalam. Dan kini perangkap itu telah siap.

Benang yang digunakan laba-laba sama ajaibnya dengan jaring itu sendiri. Benang laba-laba lima kali lebih kuat dari serat baja dengan ketebalan yang sama. Ia memiliki gaya tegang seratus lima puluh ribu kilogram per meter persegi. Jika seutas tali berdiameter tiga puluh sentimeter terbuat dari benang laba-laba, maka ia akan mampu menahan berat seratus lima puluh mobil.

Ilmuwan menggunakan benang laba-laba sebagai model ketika membuat bahan yang dinamakan Kevlar, yakni bahan pembuatan jaket anti peluru. Peluru berkecepatan seratus lima puluh meter per detik dapat merobek sebagian besar benda yang dikenainya, kecuali barang yang terbuat dari Kevlar. Tetapi, benang laba-laba sepuluh kali lebih kuat daripada kevlar. Benang ini juga lebih tipis dari rambut manusia, lebih ringan dari kapas, tapi lebih kuat dari baja, dan ia diakui sebagai bahan terkuat di dunia.
Baja termasuk material paling kuat yang tersedia bagi manusia yang diproduksi dengan sarana industri berat, menggunakan besi, dan dalam tungku bertemperatur ribuan derajat. Ia didesain khusus agar berdaya tahan tinggi, dan digunakan pada konstruksi lebar, bangunan tinggi, dan jembatan. Laba-laba menghasilkan material yang lima kali lebih kuat dari baja, padahal ia tak memiliki tungku pembakaran dan teknologi apapun. Ia adalah makhluk mungil yang tak mampu berpikir. Sungguh suatu keajaiban bahwa makhluk kecil ini mampu menghasilkan benang yang lebih kokoh dari baja, dan menggunakannya untuk membuat bangunan dengan cara yang sama seperti para arsitek dan insinyur.


Belajar dari Semut

Semut makhluk kecil yang selalu dipandang rendah. Bentuk fisik yang kecil, tempatnya yang kotor. Melirik pun kadang kita ogah. Namun pernahkah terlintas dalam benak kita, semut yang buruk pura ini ternyata mempunyai sifat yang selama ini sudah menjadi langka di negeri ini.
Terkadang kita merasa kesal jika makan minum kita dikerubutin semut. Tapi kita tidak pernah bisa belajar dari seekor semut. Malah dengan mudahnya kita membunuhnya.
Coba kalau kita mau merenung sebentar. Betapa sederhananya makhluk kecil ini. Walaupun kita beri 1 liter gula mereka pun hanya mengambil satu biji. Tidak lebih dan tidak kurang. Bandingkan dengan kita, sudah diberi fasilitas berbagai macam tapi masih tetap mengeluh kekurangan. Bahkan tanpa malu-malu masih mengambil lagi milik orang lain alias korupsi.
Mereka pun tidak banyak bicara tapi banyak kerja, bahkan dengan semangat gotong royong tanpa pamrih. Berbeda dengan sikap masyarakat sekarang, semuanya diukur dengan materi. Tidak ada lagi semangat gotong royong. Untuk piket ronda malam saja sudah enggan kalau tidak dibayar, wah gawat!
Mumpung lagi pada sibuk bicara capres, apakah ada dari beberapa figur pemimpin nasional kita yang memiliki karakter semut tadi? Atau jangan-jangan mereka pun enggan mengakuinya. Dan masih dengan sikap angkuh menganggap apa yang mereka miliki sekarang masih kurang dari cukup dan tetap bernafsu menambah pundi-pundi harta tanpa mau peduli dengan orang lain yang kurang beruntung. Wallahu alam bissawab.
Tuhan sering sekali menggunakan berbagai cara untuk mengingatkan dan mengajarkan sesuatu hal kepada manusia. Kali ini ini kita akan belajar dari hewan, hewan kecil yang lemah tapi Tuhan menjadikannya teladan untuk kita supaya kita belajar sesuatu hala yang membangun dari hewan tersebut. Adalah seekor semut yang kecil yang akan mengajarkan manusia mengenai arti sebuah perjuangan hidup yang tak mengenal waktu dan tak mengenal lelah.

1. Semut adalah binatang yang rajin dan bertanggung jawab.

Seperti ungkapan di atas semut adalah binatang rajin dan bertanggung jawab, itu benar adanya. Coba perhatikan dengan seksama, apakah kita pernah melihat seekor semut duduk-duduk santai dan berjemur? Atau keluar pada jam-jam atau meusi-musim tertentu? Semut akan selalu bekerja siang dan malam, baik musim hujan atau pun panas, anda pasti akan melihat seekor semut bekerja, bahkan dimanapun kita berada semut juga ada, artinya semut tidak takut untuk ditempatkan dimanapun, ia akan mengerjakan tugasnya sapai selesai dan penuh tanggung jawab.

Berbeda dengan manusia yang sering bermalas-malasan karena berbagai alasan, di bawah ini adalah ciri-ciri seorang pemalas :

a. Seorang pemalas adalah seorang yang selalu menunda pekerjaan
b. Seorang pemalas tidak menyelesaikan apa yang dimulainya
c. Seorang pemalas akan mencari dan mengikuti jalan yang mudah yang jauh dari pada rintangan

2. Semut adalah binatang yang pantang menyerah.

Jika anda melihat seekor semut cobalah anda untuk menghalangi jalannya. dan perhatikan apa yang semut tersebut lakukan! ia akan mencari jalan lain untuk meneruskan jalannya atau bahkan dia akan memanjat rintangan yang anda buat untuk bisa terus berjalan ke depan. Semut tidak peduli apapun rintangan yang menghalangi, ia akan berusaha untuk menghadapinya tanpa rasa takut ataupun ragu. Sebab ia fokus pada apa yang menjadi visinya. Tetapi menusia sering kehilangan visi dan menjadi lemah oleh karena persoalan yang menghalangi jalannya.

3. Semut bekerja sama dengan baik dalam satu tim.

Kita sering melihat semut bertabrakan satu sama yang lain, kira-kira apa yang mereka lakukan? Jarang sekalai manusia memperhatikan apa yang sebenarnya mereka lakukan, apa hanya sekedar menyampaikan salam atau bertegur sapa? Sebenarnya apa yang mereka lakukan adalah mereka bertukar informasi tetntang sesuatu yang bisa dikerjakan, dalam artian mereka meminta bantuan teman yang lain untuk bekerja sama mengerjakan suatu pekerjaan. Semut bekerja sama dengan baik dengan sesamanya tanpa mengindahkan persoalan-persolan sepele dalam hidup mereka. Semut selalu fokus pada terget misi mereka dan bekerja bersama-sama untuk mencapai target tersebut. Semut bukan binatang superior melainkan binatang yang lemah yang memiliki keterbatasan sehingga mereka akan membutuhkan satu dengan yang lain untuk mengerjakan tugas yang berat. Dan mereka akan senantiasa membantu satu dengan yang lain untuk tercapainya keberhasilan bersama dalam mengerjakan visi mereka.


Belajar Dari Alam (Air)

Allah menciptakan kita sebagai manusia yang memiliki akal dan nurani, akal digunakan untuk berfikir tentang bagaimana kita menghadapi berbagai masalah kehidupan di dunia. Begitu juga Allah menciptakan Alam untuk memenuhi kebutuhan kita manusia. Namun tidak hanya itu, alam memberikan perumpamaan untuk bertemu dan yakin bahwa Allah SWT yang menciptakan alam dan seisinya.
Dengan akal kita mencoba menggali perumpamaan yang diberikan Allah melalui alam. Mulai dari yang sederhana yaitu “Mata Air”, mata air kita ibaratkan sebagai hati nurani manusia. Nurani merupakan ungkapan hati yang bersih bagaikan mata air yang jernih tak kotor oleh debu ataupun najis, karena nurani ungkapan yang datang dari Allah dan yang pastinya nurani dimiliki oleh setiap hati manusia sehingga disebut hati nurani.
Jalannya air dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, mulai dari sumbernya kemudian mengalir dan bertemu dengan mata air lainnya sehingga mengumpul hingga membentuk anak sungai, kemudian menjadi lebih banyak menjadi sungai dan terus mengalir melalui jalur yang sangat panjang dan melalui berbagai rintangan hingga sampailah ke laut.

Dari alam itu mari kita mencoba untuk mendefinisikannya, yaitu mata air kita umpamakan sebagai hati nurani kita yang ada dalam setiap manusia. Mata air yang jernih bagaikan kita baru lahir yang memiliki hati yang belum ternoda, namun setelah melalui berbagai perjalanan jauh akan terkena debu dan najis atau apapun yang membuat air itu akan kotor sama halnya manusia dalam menempuh kehidupannya dengan berbagai jalan, cobaan, dan rintangan maka hati kita akan kotor dan ternoda, baik oleh dosa kecil maupun dosa besar.
Berbagai rintangan yang dilalui air di dalam anak sungai, kemudian sungai, dan akhirnya ke laut kita umpamakan seperti halnya manusia mengadapi rintangannya di sebuah keluarga, masyarakat dan Negara.

Dari berbagai rintangan itu, air akan berkumpul dilautan dari berbagai sumber. Laut pun berbeda ada yang dangkal ataupun dalam, begitu pula manusia memiliki keyakinan berbeda dan setiap manusia berbeda pula tingkat imannya ada yang memiliki iman yang dangkal dan ada pula yang dalam.


Belajar dari Buah yang tumbuh (Mencetak anak yang sholeh)

Allah memberikan alam raya ini selain untuk dinikmati, tetapi juga untuk di tafakuri, marilah kita mengambil satu pelajaran dari buah yang tumbuh…
Tentunya buah yang bagus bentuknya, manis rasanya, hanya berasal dari pohon yang baik, dan tanah yang subur. Ini adalah perumpamaan yang sangat sederhana dan mudah untuk dipahami, bagi setiap orang tua yang menginginkan mendapatkan anak yang sholeh. Tanah yang subur dan pohon yang baik adalah perumpamaan untuk kedudukan dan fungsi orang tua, sedangkan buah yang baik, ibarat seorang anak yang tumbuh dalam bimbingan orang tuanya.
Perumpamaan ini memberikan pelajaran kepada kita,…untuk mendapatkan anak yang sholeh, maka yang pertama-tama harus diperhatikan dan diperbaiki adalah kesholehan kedua orang tuanya.
Dalam contoh sederhana, ketika orang tua….tidak ingin anaknya berbohong, maka janganlah sekali-kali para orang tua, baik ibu atau ayah mengajarkan cara berbohong kepada anaknya, atau, ketika mereka ingin agar anaknya rajin dalam beribadah,maka orang tuanya dululah yang sebaiknya rajin beribadah…
Tentunya, hal ini tidak akan menjadi satu hal yang sulit, karena islam sebelumnya telah mengajarkan kepada manusia agar mereka berusaha untuk menjadi lelaki dan wanita yang sholeh. Islam memberikan petunjuk kepada mereka pada saat sebelum menikah, pada saat menikah, dan pada saat di amanahkan keturunan. Keluarga Imran, adalah satu contoh yang Allah abadikan dalam Al Quran, dari pasangan suami dan istri yang sholeh, dan anak yang sholeh.
Pada saat pohon itu tumbuh, memberikan pupuk dan air yang cukup tentunya adalah hal yang sangat berpengaruh pada buah yang akan dihasilkan. Demikian pula dengan anak. Memberinya makanan yang baik adalah hal yang sangat penting.. makanan dalam konteks kebutuhan manusia tidak hanya makanan yang bersifat jasmani, tetapi yang lebih penting lagi adaalah makanan yang bersifat rohani..
Memberikan makanan tidak hanya terfokus pada dzat dari makanan itu sendiri, termasuk dalam konteks ini adalah…, cara mendapatkan rezeki yang halal yang nantinya diberikan kepada anak-anak adalah hal yang sangat penting yang perlu diperhatikan oleh kedua orang tua. Berbagai macam penelitian membuktikan, memberikan makanan yang didapat, melalui cara yang halal sangat mempegaruhi perlaku tidak hanya seorang anak, tetapi juga, perlaku kedua orang tuanya.
Sedangkan dalam konteks makanan jiwa, mengajarkan mereka dari usia dini untuk mengenal rukun iman, adalah hal yang sangat penting. Lalu, di tindak lanjuti dengan membiasakan mereka untuk melakukan ibadah yang diwajibkan, dan melakukan berbagai macam amal sholeh yang diperlukan dalam pergaulan. Tentunya, keteladan yang nyata dari akhlaq orang tua merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam hal ini.
Pada proses bunga mulai muncul dan tumbuh buah.. perlindungan terhadap hama, serangga, binatang yang dapat menggangunya adalah satu hal yang perlu dilakukan. Walaupun buah itu berasal dari tanah yang subur dan pohon yang baik, tetapi pada masa pertumbuhannnya, hama atau serangga yang merugikan,… dapat menghancurkannya.
Tentunya, adalah tugas bagi para orang tua untuk melindunginya anaknya dari berbagai hal yang membahayakan dirinya yang datang dari luar lingkungan keluarga.
Lingkungan, adalah salah satu faktor yang memiliki dampak yang besar terhadap perilaku anak. Memilihkan lingkungan yang baik, memberikannya pendidikan dan sekolah yang baik, teman-teman bergaul yang baik, membatasi berbagai informasi yang akan diserap dan ditiru oleh sang anak dari berbagai media, seperti televisi, radio, majalah, dan lain sebagainya. Adalah satu hal yang perlu mendapat perhatian penting.
Karena boleh jadi, walaupun kedua orang tuanya sholeh, tetapi karena kelengahan orang tuanya dalam memperhatikan aspek lingkungan putra-putri mereka, putra-putri mereka tumbuh dan berperilaku yang tidak sesuai dengan harapan. Al Quran juga memberikan contoh tentang hal ini kepada kita, melalui keluarga Nabi Nuh, walaupun ayah mereka seorang Nabi, tetapi anak mereka kan’an termasuk ke dalam golongan yang kafir..
Anak, adalah amanah Allah. Allah mengangkat wali dari setiap bayi yang lahir dalam keadaan suci, agar ia bisa kembali kepada Allah dalam keadaan yang suci. Dan wali itu adalah orang tua… hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw ;
“Tiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah-Islami). Ayah dan ibunya lah kelak yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (penyembah api dan berhala). (HR. Bukhari)
Sebagai orang tua, tentunya masih banyak hal yang perlu diketahui agar dapat memperoleh anak yang sholeh, memperbaiki diri, berusaha menjadi teladan dan memberikan yang terbaik, adalah sebuah proses yang perlu di nikmati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar