Kamis, 07 Oktober 2010

Belajar dari Tukang Becak

Kulirik jam di pergelangan tanganku, jam masuk kantor tinggal 15 menit lagi, tapi bus angkutan kota yang kutumpangi hanya bisa bergerak perlahan. Macet !! Ya... begitulah pemandangan yang sering terlihat dan terjadi setiap kali aku berangkat ke kantor melewati perlintasan kereta api yang berdekatan dengan pasar tradisional itu. Jalanan yang lebih banyak dipadati para pengendara motor, terlihat sangat semrawut. Dari dalam bus, aku asyik melihat tingkah polah para pengguna jalan raya yang saling berebut untuk bisa berjalan lebih dulu, begitu pintu lintasan kereta api kembali dibuka, baik dari jalan yang searah maupun yang berlawanan arah. Pengendara motor, pengemudi mobil, sopir angkutan kota, sopir bus, truk dan lain sebagainya tidak ada yang mau mengalah, seakan-akan mereka berlomba-lomba untuk bisa melewati perlintasan itu dan sampai tujuan lebih dulu.

Di antara para pengguna jalan itu, kulihat seorang bapak tua, yang dengan susah payah berusaha mendorong becaknya yang sarat dengan barang belanjaan dan dagangan, terjepit diantara para pengendara motor dan terlihat dikalahkan oleh para pengguna jalan yang lain. Seakan-akan mereka tidak memberikan kesempatan pada becak tersebut untuk bisa jalan terlebih dahulu. Dengan tenaga tuanya, bapak tua penarik becak itu terus berusaha untuk bisa keluar dari kemacetan. Peluh dan keringat sudah mulai terlihat membasahi dahinya dan napas tuanya juga sudah mulai terlihat tidak teratur. Aah...Aku jadi jatuh kasian melihat bapak tua penarik becak itu. Di usianya yang sudah sangat renta, seharusnya sudah saatnya bapak itu berhenti mengayuh becak, menikmati masa tuanya dengan tidak bekerja, beristirahat di rumah, dan menghabiskan waktu untuk bermain bersama cucu-cucunya. Tapi mungkin memang begitulah hidup yang harus dijalani. Bapak itu masih harus bersusah payah bekerja keras membanting tulang, mencari nafkah dengan menarik becak, di bawah teriknya matahari, dengan becak yg begitu sarat muatan seperti sekarang. Padahal mungkin uang yang didapat tidak sebanding dengan tenaga yang sudah ia keluarkan untuk mengayuh becak. Bapak tua itu masih punya semangat untuk bekerja meskipun tenaganya sudah tua. Bisa kulihat dari raut mukanya yang menunjukkan kesabaran dan tidak mengeluh walaupun terjepit dan berusaha dikalahkan oleh para pengguna jalan yang lain.

Aku jadi membandingkan diriku dengan bapak tua, penarik becak itu. Aku tidak harus bekerja sampai “kepanasan” dan “kehujanan”, tetapi bisa bekerja di dalam ruangan yang ber-AC dan terhindar dari terik matahari serta hujan. Aku juga tidak harus sampai menguras tenaga, seperti bapak tua tsb untuk bisa mendapatkan upah kerja, tetapi cukup duduk di belakang meja dan bekerja dengan nyaman. Sejenak aku tersadar...tetapi mengapa kadang-kadang aku masih suka mengeluh dalam bekerja, entah itu mengeluh masalah pekerjaan yg banyaklah, teman kerja yang tidak kooperatiflah, ruangan kerja yang panaslah, gaji yang masih merasa kuranglah, apalagi kalau uang gaji sudah mulai menipis..kadang-kadang ada perasaan malas bekerjalah (hehehe...) dan lain sebagainya. Padahal jika dibandingkan dengan bapak tua penarik becak tersebut, aku jauh lebih beruntung dan sudah seharusnya aku lebih bersyukur. Bapak tua itu sudah menyadarkanku.


Tanpa terasa, ternyata bus yang kutumpangi..perlahan tapi pasti.. sudah bergerak melewati perlintasan kereta api. Dan kulihat bapak tua penarik becak itu, akhirnya juga sudah mulai berhasil “meloloskan diri” dari “jepitan” para pengendara motor...dengan sekuat tenaga mendorong becaknya melewati perlintasan kereta api...dan mulai mengayuh becaknya perlahan-lahan karena saratnyanya muatan. Kulihat paras bapak itu menunjukkan kelegaan. Aah...aku jadi ikut lega melihat bapak tua itu bisa terbebas dari kemacetan.

Oooppss..tiba-tiba aku tersadar..kulirik lagi jam di pergelangan tanganku...jam masuk kantor tinggal beberapa menit lagi. Sudah pasti terlambat nih..pikirku. Tapi entah kenapa, tidak seperti biasanya.. perasaan gelisah dan was-was karena takut terlambat yang biasanya muncul saat aku berangkat agak kesiangan dan terjebak macet, tidak aku rasakan pagi itu. Aku merasa tidak peduli, seolah tidak terpikirkan apakah nantinya aku akan terlambat atau tidak. Mungkin karena dari tadi benakku dipenuhi oleh bapak tua penarik becak dan semangat kerja kerasnya itu..sehingga membuatku lupa kalau aku sedang dalam perjalanan berangkat ke kantor dan jam masuk kantor tinggal beberapa menit lagi. Kalau nantinya aku harus mendapat SP karena keterlambatanku masuk kantor....ya sudah diterima saja, mau bagaimana lagi..begitu pikirku. Tapi setidaknya pagi itu aku mendapatkan pelajaran hidup yang sangat berharga dari seorang bapak tua penarik becak, tentang semangat hidup dan kerja keras ...tanpa mengeluh.

Akhirnya bus yang kutumpangi sudah berhenti di depan kantorku. Begitu turun dari bus, aku langsung berlari secepat kilat untuk bisa “mengejar” mesin absensi supaya jangan sampai mati terlebih dahulu sebelum aku tiba didepannya untuk absen. Untunglah aku masih diperbolehkan masuk, karena ternyata bukan aku saja yang terlambat, banyak teman-teman sekantorku yang juga terlambat karena terjebak macet di perlintasan kereta api tadi. Hmm...dapet dispensasi rupanya...!! Oh...Thanks God...!! Terimakasih juga Tuhan, untuk pelajaran hidup yang aku dapatkan pagi itu dari seorang tukang becak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar